Allah

Selasa, 07 Januari 2014

Antara KKN dan Blackberry Baru Untuk Sang Akhwat






Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu program rutin yang diadakan setiap tahunnya di kampus ku. Kegiatan dimana seluruh mahasiswa dituntut dapat mengaplikasikan setiap ilmu yang  didapatnya ke dalam tengah-tengah masyarakat. Ya, KKN hanya diperuntukkan bagi mahasiswa minimal semester 5 yang diharapkan telah matang (secara emosi dan pemikiran) dan mampu menguasai  bidang ilmu yang ditempuhnya. KKN yang diadakan kampus kami bertemakan “Belajar dari Masyarakat”, yang artinya dalam jangka waktu tepat satu bulan, para mahasiswa diharapkan mampu belajar seputar kehidupan di masyarakat.

Fitri, salah seorang akhwat/wanita jurusan sastra inggris berperawakan tidak terlalu tinggi, berkulit putih, dan berpipi tembem adalah salah satu teman kelompok KKN ku. ‘Bu Kordes’, begitulah kami, teman sekelompok KKN, biasa memanggilnya. Prinsip dan karakternya yang keras pun terkadang membuatnya biasa dipanggil ‘Preman Broly’. Ya, sejujurnya aku sendiri tak begitu memahami apa maksud ‘Preman Broly’ tersebut. “Fi, kalau ke masjid lagi ajak yang lainnya juga, jangan cuma sendiri...” begitulah bunyi sms darinya yang aku terima semalam. Memang selama satu minggu terakhir berada di desa KKN, hanya aku dan Riyan lah yang terlihat rajin pergi ke masjid, sedangkan lima teman laki-laki yang lain lebih suka beribadah di rumah. Bukan tanpa ajakan aku dan Riyan, hanya saja setiap kali kami mengajak, jawaban mereka selalu sama, “Iya, duluan aja...

Tiba-tiba HP ku berbunyi di sela tilawah pagiku, “Fi, si Dana udah bangun belum? Bilang ke dia, jangan lupa hari ini jam 8 kita berangkat ke rumah Pak Kades. BBM ke dia pending dari semalam.” Sms yang mengagetkanku tersebut ternyata berasal dari ‘Bu Kordes’, Fitri. Segera kulihat keadaaan sekitarku. Jam dinding tepat di depanku menunjukkan pukul 05.12 pagi, dan segera ku akhiri tilawah pagiku. Ku beranjak dari kursi duduk ku menuju kamar laki-laki. Ku lihat Riyan berada di pinggir kasur dengan memegang sebuah buku kuning kecil, yang setelah ku selidiki ternyata Al-Ma’tsurat lah yang sedang ia baca pagi ini. Kemudian pandanganku terhenti setelah melihat keempat temanku yang lain masih terkapar menikmati mimpi indahnya. Di tengah-tengah mereka ku lihat Tama terduduk lemas, masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Setelah meminta bantuan Riyan dan Tama, akhirnya semua teman laki-laki ku pun berhasil terbangun. Segera saja kubalas sms Fitri sebelumnya, “Iya, udah bangun dan disampaikan.


Rasa itu mulai muncul kembali. Rasa yang sudah lama kupendam sepertinya muncul kembali di KKN ini. Kuingat momen dua tahun lalu ketika ku putuskan untuk memendam rasa itu dari hidupku. Dita, wanita terakhir yang merasakan bagaimana indah dan nikmatnya perasaan ku yang kini telah ku pendam itu. Dua tahun lalu. Tepat dua tahun lalu, ku masih bisa merasakan dahsyatnya perasaanku itu. Kini, ketika rasa itu mulai muncul kembali dalam pikiranku, canggung lah yang aku rasakan. Antara mau tak mau ku terima rasa itu kembali hadir dalam hidupku. Ah, biarkan waktu saja yang menjawabnya, pikirku. Fitri, mungkinkah ia menjadi wanita selanjutnya setelah Dita yang mampu merasakan indahnya perasaan itu dariku? Kurasakan hal yang berbeda pada dirinya. Setiap kali kuterima sms darinya, entah mengapa berdebar lah hatiku seolah perasaan yang terpendam itu berkata, “Keluarkan aku dari sini! Biarkan aku berekspresi untuknya.” Ah, untuk apa aku keluarkan kembali rasa itu, toh tanpanya pun aku bisa hidup bahagia.

Hahaha Bu Kordes marah di Grup BBM...” Teriak salah satu temanku sembari memainkan HP nya. Aku yang sedang membaca buku pun tersentak dan penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun agar tak dianggap orang yang selalu ingin tahu (Kepo), maka kubiarkan saja seolah-olah tak mendengar pembicaraan mereka via grup BBM itu dan melanjutkan bacaanku. Tak lama, kudengar kembali sepertinya Ari, temanku yang tiba-tiba teriak itu, mengetik di HP nya, “Bener loh, Fit, Aa Dana bilang gitu ke aku semalam.Oh my God, apa aku tak salah dengar? Aa Dana? Fitri? Ada apa dengan mereka berdua? Kenapa Aa Dana? Bukannya saat kegiatan di desa tak pernah ada Aa Dana? Sampai saat ini yang aku tahu, Dana adalah Koordinator kelompok kami (Kordes). Fitri, ialah sekretaris sekaligus bendahara yang mengoordinir laporan dan keuangan kami selama KKN. Dan keduanya sebatas teman plus rekan kerja semata. Lantas apa maksud perkataan Ari tersebut? Ya sudahlah, memang mereka berdua seperti itu adanya kok. Pikirku, mungkin Ari saja yang terlalu lebay atau berlebihan memanggil Aa Dana.

Fi, mau tanya boleh?” Kembali kudapat sms dari Fitri, pagi ini. Ya, akhir-akhir ini hampir setiap pagi selalu kudapat sms darinya. Bervariasi, terkadang ia mengingatkan agenda harian, terkadang membagi tugas laporan, dan terkadang juga mengingatkan kami (laki-laki) untuk sholat. Namun pagi ini, baru kali ini kudapat sms semacam itu darinya. Kukira ada hal yang sangat penting yang ia ingin ketahui dariku. Akhirnya setelah kubalas, aku pun terkaget dengan apa yang ingin ia ketahui dari ku. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya ia akan menanyakan hal ini. Hal yang awalnya kukira hanya gurauan semata, tapi ternyata merupakan hal yang mungkin penting bagi hidupnya. “Kamu tahu kejadian semalam kan? Mau tanya, benar kah yang dikatakan Ari semalam tentang Dana?” Aku bingung bagaimana aku membalas. Di satu sisi aku tak begitu paham obrolan semalam di grup BBM, tapi sepintas aku mendengar perbincangan melalui apa yang Ari katakan. Sempat terpikir dalam benakku untuk tidak membalas sms darinya. “Semalam ya fit? Nanti deh aku cerita langsung saja sebelum atau setelah evaluasi siang ini.” Elak ku membalas sms darinya. Berhubung siang ini memang ada kegiatan evaluasi kelompok, maka kuputuskan untuk menceritakannya langsung saat bertemu dengannya kelak, sembari aku memikirkan apa yang harus aku katakan untuknya. “Mengapa Fitri menanyakan hal itu? Apakah ia merasakan hal yang lebih untuk Kordes Dana? Ah, tidak mungkin! Dia kan akhwat, mana mungkin rasa itu muncul dalam dirinya. Mungkin dia hanya merasa risih dengan kabar miring yang beredar itu. Ya, dia risih. Hanya sekedar itu!” pikirku dalam hati.

Riyan merupakan teman terdekatku selama KKN dibandingkan kelima temanku yang lain. Riyan lah yang selalu mengingatkanku ketika apa yang kulakukan memang tak sepantasnya seorang Nafi lakukan. Dia juga lah yang terkadang membangunkanku untuk sholat shubuh di masjid. Maka sempat terpikir olehku, apakah aku harus menjadikannya pusat informasi terkait apa yang terjadi pada grup BBM selama ini. Sejujurnya segala informasi kelompok terkait kegiatan atau apapun memang terpusat pada grup BBM, sehingga bagi kami yang tidak menggunakan aplikasi BBM terpaksa harus menunggu hingga terbentuk suatu hasil dari perbincangan di grup tersebut. Grup BBM yang ku ketahui juga dapat dijadikan ajang mengenal karakter tiap anggota kelompok, karena setelah ku amati akhir-akhir ini, tepat selesai sholat isya (sekitar jam 8 malam) maka teriaklah hampir semua teman laki-laki ku yang terlihat sedang asyik bercanda via grup dengan teman-teman wanita sekelompok ku. Ah, sangat membosankan, pikirku. Hanya karena aku tak menggunakan aplikasi BBM, informasi yang kudapat tak se-intens dibanding temanku yang memang telah menggunakan aplikasi tersebut. Baiklah, mulai saat ini aku harus tetap bisa berpartisipasi dalam grup tersebut. Aku tak boleh seperti ini terus, menunggu dan menunggu apa-apa yang teman-temanku perbincangkan via grup BBM. Ya, ku harus beranikan diri mendekati teman baikku Riyan ketika perbincangan grup terjadi. Riyan, please give me know what you all are talking about on BBM group.

Jadi bagaimana, Fi, semalam?” Terdengar suara Fitri mengagetkanku dari arah belakang. Aku memang sejak 10 menit yang lalu telah berada di ruang tengah untuk menunggu evaluasi dimulai. Hanya aku dan Riyan laki-laki yang berada dalam ruangan berkapasitas puluhan orang dan beralaskan karpet bulu tersebut.

Eh kamu, Fit. Mana yang lain? Kapan dimulai evaluasinya?” Tanyaku padanya.

Lah, Kordesnya juga mana?” Tanyanya balik seraya meneruskan, “Jadi kapan mau cerita?

Nih kebetulan ada Riyan juga yang terlibat di grup. Mungkin kalau aku salah-salah bisa diluruskan sama si Riyan. Betul kan, Yan?” Tanyaku mengagetkan Riyan yang tengah asyik membaca sebuah buku Sejarah Keislaman.

Eh, eh, apaan? Apanya yang betul?” Jawabnya dengan ekspresi kaget.

Akhirnya kami berempat (Aku, Riyan, Fitri, dan Rahma) membicarakan topik semalam yang membuat Fitri penasaran fakta yang sebenarnya terjadi. Awalnya aku bertindak sebagai seorang yang menjelaskan semua apa yang terjadi semalam. Beruntunglah ada Riyan yang segera mengoreksi perkataanku yang memang kurang sesuai dengan kenyataan yang ada. Setelah aku dan Riyan coba menjelaskan kejadian semalam, terlihat ekspresi wajah Fitri yang kurang begitu puas dengan penjelasan kami. Ekspresi seorang Fitri yang penasaran dengan rumor yang beredar terkait dirinya. Matanya yang tidak terlalu besar ditambah pipinya yang tembem dan mulutnya yang kecil, terlihat semakin menggemaskan ketika ekspresi itu muncul tepat di hadapanku. Oh, cantiknya dirimu wahai sang akhwat pujaan. Ya, sepertinya saat ini aku tengah kalah bertarung dengan hasrat ku. “Keluarkan aku dari sini! Biarkan aku berekspresi untuknya.” Sepertinya telah kubiarkan rasa itu keluar dari diriku, dan membuatnya bebas mengekspresikan apa yang ingin ia sampaikan kepada sang akhwat pujaan. Ah, ini tak boleh terjadi!

Ya Tuhan, mengapa kau keluarkan kembali perasaan ini dari dalam diriku? Sesungguhnya aku telah bahagia saat ini, walaupun tanpa kehadirannya di setiap langkah hidupku. Oh Tuhan, kalau memang ini adalah kehendak-Mu, maka bimbinglah perasaanku ini agar dapat sesuai dengan apa yang telah Kau rencanakan. Aku tak ingin perasaan ini hanyalah sebatas nafsu semata yang dapat membuatku lalai akan kewajibanku terhadap-Mu. Ya Tuhan, bimbinglah perasaanku ini! Sesungguhnya tidak ada daya dan upaya kecuali dari-Mu, ya Tuhan.” Itulah kutipan doa yang selalu aku panjatkan di setiap ku selesai beribadah kepada Tuhanku. Ya, aku mengakui rasa itu jauh lebih kuat dibandingkan kapasitas diriku saat ini. Hanya pasrah kepada-Nya lah solusi terbaik yang aku tempuh agar aku tetap menjadi hamba-Nya yang taat dan dapat mengatur perasaan itu dalam diriku. Mulai saat ini, setiap kali rasa itu muncul dalam benakku, aku harus berteriak dalam hati, “Ya Tuhan, bimbinglah perasaanku ini! Tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu.

Malam demi malam ku lalui dengan menyimak perbincangan rekan-rekanku via grup BBM. Ah, betapa asyiknya seandainya aku adalah salah satu bagian dalam grup tersebut. Inginku segera beradu pendapat dengan rekan-rekanku semua, terutama dengan Fitri, sang akhwat pujaan. Sejujurnya ada banyak hal yang aku ingin ketahui dari diri seorang ‘Preman Broly’. Apakah benar prinsip dan karakternya yang keras itu merupakan karakter ia sejak lahir? Aku sedikit kurang yakin dengan hal ini. Aku yakin ada sisi lain di balik karakter Fitri yang belum aku ketahui hingga saat ini. Hasrat bergabung di grup BBM pun semakin kuat. “Ya Tuhan, berikan aku petunjuk. Haruskah aku tergabung dengan grup dan memungkinkan ku mengenal sang akhwat lebih jauh? Ataukah cukup dengan cara seperti ini aku mengenalnya?

Kejadian yang mengagetkanku terjadi pagi tadi ketika ku buka HP jadulku dan membaca sebuah sms yang ternyata berasal dari ayahku. Dia mengabarkan bahwa baru saja ia mengirimiku tambahan uang demi keperluan hidupku di desa. Seolah Tuhan menjawab segala doaku, akhirnya aku pun semakin bingung dengan pilihanku. Puncaknya yaitu beberapa menit yang lalu, ketika rumor seputar Kordes dan Fitri semakin santar terdengar di rumah penginapan yang kami sewa ini. Seolah sudah menjadi rahasia umum, Kordes yang terkenal tidak banyak omong di grup, akhirnya mengungkapkan hal yang sebelumnya sudah kuduga. Ya, dia berkata dalam grup, “Fitri cewek yang cantik. Kepribadiannya juga mengesankan. Baru kali ini aku bertemu dengan tipe cewek seperti dia.

Arrggghh... Mengapa ini semua terjadi begitu saja tepat di hadapanku? Mengapa ia (Dana) menyatakan hal itu tepat di saat aku menyandarkan sebuah harapan yang besar pada Fitri? Dan mengapa Tuhan menunjuki ku jalan yang seperti ini?” Pikiranku tak menentu saat ini. Antara pasrah dengan keadaan yang ada, ataukah bangkit dan bersaing dengan temanku Dana demi mendapatkan perhatian Fitri. Sejujurnya aku memang tidak bisa membohongi diriku saat ini. Terdapat hasrat yang begitu kuat dalam diriku untuk mendapatkan perhatian lebih dari sang akhwat pujaan. Walaupun terdengarnya mustahil namun entah mengapa aku yakin hal itu dapat kuraih. Semakin ku bingung akan pilihan-pilihan yang beterbangan di pikiranku, semakin banyak ku menyebut nama Tuhanku untuk segera diberikan pilihan yang terbaik. Baiklah selang beberapa saat setelah kejadian menyakitkan itu terjadi, kuputuskan malam ini, aku tidak boleh kalah bersaing dengan Dana. Tujuanku saat ini yaitu mendapatkan perhatian lebih dari sang akhwat pujaan. Masalah bagaimana statusnya nanti, aku tidak mau berpikir jauh ke arah sana. Sebatas mengenal sang akhwat lebih jauh dan mendapatkan perhatian lebih darinya yang saat ini kupikirkan untuknya. Sebelum ku memejamkan mataku mengarungi dunia mimpi, aku sempatkan berdoa dalam hati, “Ya Tuhan, kalau memang pilihanku ini Engkau ridhoi, maka mudahkanlah urusanku ini.

Cieee... HP baru.” Itulah respon yang kudapat dari teman-teman KKN ku setelah ku tuliskan sebuah chat dalam grup BBM, “Ini Nafi, kawan. Invite ya...” Ya, siang tadi kuputuskan pergi ke kota untuk membeli sebuah Blackberry CDMA termurah. Ditemani temanku Ari, aku berkeliling kota mencari toko yang menjual HP Blackberry termurah. Setelah sekian jam berkeliling, akhirnya ku dapati Blackberry CDMA dengan harga yang terjangkau menurut isi dompetku.

Inilah pilihanku! Ya, aku memilih tergabung dalam grup BBM demi tercapainya tujuanku di KKN ini. Awal mengoperasikan memang sulit. Namun dibantu teman-temanku yang lain, akhirnya setelah dua hari semenjak pembeliannya, aku semakin mahir mengoperasikan Blackberry baruku ini. Aku mulai mengetahui apa itu Autotext. Dan tentunya aku pun semakin mahir mengoperasikan aplikasi-aplikasi yang tersedia, seperti Blackberry Messenger, Twitter, Facebook, dan lainnya.

Bismillah, semakin dekat langkahku meraih tujuan ku tinggal di sini. Mengenal sang akhwat pujaan, juga mendapatkan perhatian lebih darinya. Awal rencanaku dimulai dengan turut aktif mengambil bagian di grup dan mengomentari semua status/private message yang ia buat di BBM. Berbagai respon ia tunjukkan kepadaku, mulai dari menjelaskan maksud, merevisi kembali, hingga mengelak isi status yang ia buat.

Seminggu berlalu semenjak pembelian HP baruku, kurasakan banyak sekali kemajuan yang terjadi antara diriku dan Fitri. Kini, semakin ku mengenal karakter sesungguhnya dari sang akhwat pujaan. Karakter yang selama ini aku capkan untuknya ternyata hanyalah sebagian kecil alasan dirinya berbuat seperti itu. Semakin hari semakin banyak curahan-curahan hatinya yang ia bagikan kepadaku. Entah aku tak mengerti mengapa ia bisa melakukan hal tersebut kepadaku yang notabene baru ia kenal kurang dari seminggu lamanya. Ah, mungkin memang kenyamanan lah alasan ia melakukan hal itu. Dan kini, akhirnya ku ketahui sifat sebenarnya dari sang akhwat. Prinsipnya memanglah kuat. Ia tak pernah berpikir untuk memberikan hatinya kepada setiap laki-laki, sekalipun ia sangat mengaguminya. Karakter yang keras merupakan alasan dirinya untuk membentengi hatinya dari perasaan-perasaan yang memang tidak disukai Tuhannya.

Hari ini merupakan tiga hari menjelang berakhirnya masa KKN ku di desa ini. Banyak sekali pelajaran yang dapat aku ambil selama hidup sebagai mahasiswa KKN. Dan kini, sedikit demi sedikit mulai ku pahami nikmatnya hidup berkeluarga dan bermasyarakat yang merupakan peradaban kecil yang harus ditempuh semua manusia dalam menuju bangkitnya peradaban umat. Tak lupa juga banyak sekali pelajaran terkait manajemen perasaan yang telah aku dapat dari Fitri, sang akhwat pujaan hati. Ku belajar darinya, “Cinta kepada Tuhan adalah sebenar-benarnya cinta. Tak ada cinta yang jauh lebih indah dari Cinta kepada-Nya. Semua harapan dan keinginan tiadalah berguna tanpa kita meminta ridho dari-Nya. Dan tak ada yang mustahil di dunia ini bagi-Nya. Sesiapa yang dapat mencintai-Nya melebihi cintanya kepada makhluk-Nya, percayalah kenikmatan hidup akan ia dapat di dunia ini.

Nafi itu orang yang sholeh, seorang calon pemimpin keluarga yang baik. Dia juga seseorang yang humoris, care, dan perhatian. Pertahankan ya, Fi!!!” Begitulah kesan pesan yang Fitri tuliskan untuk ku selama kami hidup bersama di desa KKN ini. Tak ada kesan yang menyentuh hatiku, kecuali kesan darinya. Kurasakan tak hanya lisan dan tulisan yang ia berikan untukku kali ini. Entah mengapa aku yakin dalam diriku, kali ini hatinya lah yang sedang berbicara padaku.

Hampir sebulan lebih sengaja ku tak menghubungi dirimu, wahai akhwat. Bukan ku tak bersedia memilikimu, tapi kuingat kata-katamu dahulu, “Tak ada cinta yang jauh lebih indah dari cinta kepada-Nya.” Kini, kuingin membuktikan itu semua. Aku ingin membuktikan, bahwa dengan kita mencintai-Nya melebihi cinta kita kepada makhluk-Nya, maka kenikmatan hiduplah yang akan kita dapatkan di dunia ini. Kalau memang berjodoh, yakinlah akan semua janji-Nya, “perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik.” Untuk saat ini, biarkan aku fokuskan diriku memperbaiki diriku untuk menjadi laki-laki yang baik menurut-Nya, agar kelak aku mampu memenuhi janji-Nya untuk mendapatkan perempuan yang baik seperti dirimu. Terimakasih wahai akhwat pujaan hatiku...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar