Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan salah satu
program rutin yang diadakan setiap tahunnya di kampus ku. Kegiatan dimana
seluruh mahasiswa dituntut dapat mengaplikasikan setiap ilmu yang didapatnya ke dalam tengah-tengah masyarakat.
Ya, KKN hanya diperuntukkan bagi mahasiswa minimal semester 5 yang diharapkan
telah matang (secara emosi dan pemikiran) dan mampu menguasai bidang ilmu yang ditempuhnya. KKN yang
diadakan kampus kami bertemakan “Belajar dari Masyarakat”, yang artinya dalam
jangka waktu tepat satu bulan, para mahasiswa diharapkan mampu belajar seputar
kehidupan di masyarakat.
Fitri, salah seorang akhwat/wanita jurusan
sastra inggris berperawakan tidak terlalu tinggi, berkulit putih, dan berpipi tembem adalah salah satu teman kelompok
KKN ku. ‘Bu Kordes’, begitulah kami, teman sekelompok KKN, biasa memanggilnya.
Prinsip dan karakternya yang keras pun terkadang membuatnya biasa dipanggil
‘Preman Broly’. Ya, sejujurnya aku sendiri tak begitu memahami apa maksud
‘Preman Broly’ tersebut. “Fi, kalau ke
masjid lagi ajak yang lainnya juga, jangan cuma sendiri...” begitulah bunyi
sms darinya yang aku terima semalam. Memang selama satu minggu terakhir berada
di desa KKN, hanya aku dan Riyan lah yang terlihat rajin pergi ke masjid,
sedangkan lima teman laki-laki yang lain lebih suka beribadah di rumah. Bukan
tanpa ajakan aku dan Riyan, hanya saja setiap kali kami mengajak, jawaban
mereka selalu sama, “Iya, duluan aja...”
Tiba-tiba HP ku berbunyi di sela tilawah
pagiku, “Fi, si Dana udah bangun belum?
Bilang ke dia, jangan lupa hari ini jam 8 kita berangkat ke rumah Pak Kades.
BBM ke dia pending dari semalam.” Sms yang mengagetkanku tersebut ternyata
berasal dari ‘Bu Kordes’, Fitri. Segera kulihat keadaaan sekitarku. Jam dinding
tepat di depanku menunjukkan pukul 05.12 pagi, dan segera ku akhiri tilawah
pagiku. Ku beranjak dari kursi duduk ku menuju kamar laki-laki. Ku lihat Riyan
berada di pinggir kasur dengan memegang sebuah buku kuning kecil, yang setelah
ku selidiki ternyata Al-Ma’tsurat lah yang sedang ia baca pagi ini. Kemudian
pandanganku terhenti setelah melihat keempat temanku yang lain masih terkapar
menikmati mimpi indahnya. Di tengah-tengah mereka ku lihat Tama terduduk lemas,
masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Setelah meminta bantuan Riyan dan
Tama, akhirnya semua teman laki-laki ku pun berhasil terbangun. Segera saja
kubalas sms Fitri sebelumnya, “Iya, udah
bangun dan disampaikan.”
Rasa itu mulai muncul kembali. Rasa yang
sudah lama kupendam sepertinya muncul kembali di KKN ini. Kuingat momen dua
tahun lalu ketika ku putuskan untuk memendam rasa itu dari hidupku. Dita,
wanita terakhir yang merasakan bagaimana indah dan nikmatnya perasaan ku yang
kini telah ku pendam itu. Dua tahun lalu. Tepat dua tahun lalu, ku masih bisa
merasakan dahsyatnya perasaanku itu. Kini, ketika rasa itu mulai muncul kembali
dalam pikiranku, canggung lah yang aku rasakan. Antara mau tak mau ku terima
rasa itu kembali hadir dalam hidupku. Ah, biarkan waktu saja yang menjawabnya,
pikirku. Fitri, mungkinkah ia menjadi wanita selanjutnya setelah Dita yang
mampu merasakan indahnya perasaan itu dariku? Kurasakan hal yang berbeda pada
dirinya. Setiap kali kuterima sms darinya, entah mengapa berdebar lah hatiku
seolah perasaan yang terpendam itu berkata, “Keluarkan aku dari sini! Biarkan aku berekspresi untuknya.” Ah,
untuk apa aku keluarkan kembali rasa itu, toh tanpanya pun aku bisa hidup
bahagia.
“Hahaha
Bu Kordes marah di Grup BBM...” Teriak salah satu temanku sembari memainkan
HP nya. Aku yang sedang membaca buku pun tersentak dan penasaran apa yang
sebenarnya terjadi. Namun agar tak dianggap orang yang selalu ingin tahu (Kepo), maka kubiarkan saja seolah-olah
tak mendengar pembicaraan mereka via grup BBM itu dan melanjutkan bacaanku. Tak
lama, kudengar kembali sepertinya Ari, temanku yang tiba-tiba teriak itu, mengetik
di HP nya, “Bener loh, Fit, Aa Dana
bilang gitu ke aku semalam.” Oh my
God, apa aku tak salah dengar? Aa Dana? Fitri? Ada apa dengan mereka
berdua? Kenapa Aa Dana? Bukannya saat kegiatan di desa tak pernah ada Aa Dana?
Sampai saat ini yang aku tahu, Dana adalah Koordinator kelompok kami (Kordes).
Fitri, ialah sekretaris sekaligus bendahara yang mengoordinir laporan dan keuangan
kami selama KKN. Dan keduanya sebatas teman plus
rekan kerja semata. Lantas apa maksud perkataan Ari tersebut? Ya sudahlah,
memang mereka berdua seperti itu adanya kok. Pikirku, mungkin Ari saja yang
terlalu lebay atau berlebihan
memanggil Aa Dana.
“Fi,
mau tanya boleh?” Kembali kudapat sms dari Fitri, pagi ini. Ya, akhir-akhir
ini hampir setiap pagi selalu kudapat sms darinya. Bervariasi, terkadang ia
mengingatkan agenda harian, terkadang membagi tugas laporan, dan terkadang juga
mengingatkan kami (laki-laki) untuk sholat. Namun pagi ini, baru kali ini
kudapat sms semacam itu darinya. Kukira ada hal yang sangat penting yang ia
ingin ketahui dariku. Akhirnya setelah kubalas, aku pun terkaget dengan apa
yang ingin ia ketahui dari ku. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehku
sebelumnya ia akan menanyakan hal ini. Hal yang awalnya kukira hanya gurauan
semata, tapi ternyata merupakan hal yang mungkin penting bagi hidupnya. “Kamu tahu kejadian semalam kan? Mau tanya, benar
kah yang dikatakan Ari semalam tentang Dana?” Aku bingung bagaimana aku
membalas. Di satu sisi aku tak begitu paham obrolan semalam di grup BBM, tapi
sepintas aku mendengar perbincangan melalui apa yang Ari katakan. Sempat
terpikir dalam benakku untuk tidak membalas sms darinya. “Semalam ya fit? Nanti deh aku cerita langsung saja sebelum atau setelah
evaluasi siang ini.” Elak ku membalas sms darinya. Berhubung siang ini
memang ada kegiatan evaluasi kelompok, maka kuputuskan untuk menceritakannya
langsung saat bertemu dengannya kelak, sembari aku memikirkan apa yang harus
aku katakan untuknya. “Mengapa Fitri
menanyakan hal itu? Apakah ia merasakan hal yang lebih untuk Kordes Dana? Ah,
tidak mungkin! Dia kan akhwat, mana mungkin rasa itu muncul dalam dirinya.
Mungkin dia hanya merasa risih dengan kabar miring yang beredar itu. Ya, dia
risih. Hanya sekedar itu!” pikirku dalam hati.
Riyan merupakan teman terdekatku selama KKN
dibandingkan kelima temanku yang lain. Riyan lah yang selalu mengingatkanku
ketika apa yang kulakukan memang tak sepantasnya seorang Nafi lakukan. Dia juga
lah yang terkadang membangunkanku untuk sholat shubuh di masjid. Maka sempat
terpikir olehku, apakah aku harus menjadikannya pusat informasi terkait apa
yang terjadi pada grup BBM selama ini. Sejujurnya segala informasi kelompok
terkait kegiatan atau apapun memang terpusat pada grup BBM, sehingga bagi kami
yang tidak menggunakan aplikasi BBM terpaksa harus menunggu hingga terbentuk
suatu hasil dari perbincangan di grup tersebut. Grup BBM yang ku ketahui juga
dapat dijadikan ajang mengenal karakter tiap anggota kelompok, karena setelah
ku amati akhir-akhir ini, tepat selesai sholat isya (sekitar jam 8 malam) maka
teriaklah hampir semua teman laki-laki ku yang terlihat sedang asyik bercanda
via grup dengan teman-teman wanita sekelompok ku. Ah, sangat membosankan,
pikirku. Hanya karena aku tak menggunakan aplikasi BBM, informasi yang kudapat
tak se-intens dibanding temanku yang
memang telah menggunakan aplikasi tersebut. Baiklah, mulai saat ini aku harus
tetap bisa berpartisipasi dalam grup tersebut. Aku tak boleh seperti ini terus,
menunggu dan menunggu apa-apa yang teman-temanku perbincangkan via grup BBM.
Ya, ku harus beranikan diri mendekati teman baikku Riyan ketika perbincangan
grup terjadi. Riyan, please give me know
what you all are talking about on BBM group.
“Jadi
bagaimana, Fi, semalam?” Terdengar suara Fitri mengagetkanku dari arah
belakang. Aku memang sejak 10 menit yang lalu telah berada di ruang tengah
untuk menunggu evaluasi dimulai. Hanya aku dan Riyan laki-laki yang berada
dalam ruangan berkapasitas puluhan orang dan beralaskan karpet bulu tersebut.
“Eh
kamu, Fit. Mana yang lain? Kapan dimulai evaluasinya?” Tanyaku padanya.
“Lah,
Kordesnya juga mana?” Tanyanya balik seraya meneruskan, “Jadi kapan mau cerita?”
“Nih
kebetulan ada Riyan juga yang terlibat di grup. Mungkin kalau aku salah-salah
bisa diluruskan sama si Riyan. Betul kan, Yan?” Tanyaku mengagetkan Riyan
yang tengah asyik membaca sebuah buku Sejarah Keislaman.
“Eh,
eh, apaan? Apanya yang betul?” Jawabnya dengan ekspresi kaget.
Akhirnya kami berempat (Aku, Riyan, Fitri,
dan Rahma) membicarakan topik semalam yang membuat Fitri penasaran fakta yang
sebenarnya terjadi. Awalnya aku bertindak sebagai seorang yang menjelaskan semua
apa yang terjadi semalam. Beruntunglah ada Riyan yang segera mengoreksi
perkataanku yang memang kurang sesuai dengan kenyataan yang ada. Setelah aku
dan Riyan coba menjelaskan kejadian semalam, terlihat ekspresi wajah Fitri yang
kurang begitu puas dengan penjelasan kami. Ekspresi seorang Fitri yang
penasaran dengan rumor yang beredar terkait dirinya. Matanya yang tidak terlalu
besar ditambah pipinya yang tembem dan
mulutnya yang kecil, terlihat semakin menggemaskan ketika ekspresi itu muncul
tepat di hadapanku. Oh, cantiknya dirimu wahai sang akhwat pujaan. Ya,
sepertinya saat ini aku tengah kalah bertarung dengan hasrat ku. “Keluarkan aku dari sini! Biarkan aku
berekspresi untuknya.” Sepertinya telah kubiarkan rasa itu keluar dari
diriku, dan membuatnya bebas mengekspresikan apa yang ingin ia sampaikan kepada
sang akhwat pujaan. Ah, ini tak boleh terjadi!
“Ya
Tuhan, mengapa kau keluarkan kembali perasaan ini dari dalam diriku?
Sesungguhnya aku telah bahagia saat ini, walaupun tanpa kehadirannya di setiap
langkah hidupku. Oh Tuhan, kalau memang ini adalah kehendak-Mu, maka bimbinglah
perasaanku ini agar dapat sesuai dengan apa yang telah Kau rencanakan. Aku tak
ingin perasaan ini hanyalah sebatas nafsu semata yang dapat membuatku lalai
akan kewajibanku terhadap-Mu. Ya Tuhan, bimbinglah perasaanku ini! Sesungguhnya
tidak ada daya dan upaya kecuali dari-Mu, ya Tuhan.” Itulah kutipan doa
yang selalu aku panjatkan di setiap ku selesai beribadah kepada Tuhanku. Ya,
aku mengakui rasa itu jauh lebih kuat dibandingkan kapasitas diriku saat ini.
Hanya pasrah kepada-Nya lah solusi terbaik yang aku tempuh agar aku tetap
menjadi hamba-Nya yang taat dan dapat mengatur perasaan itu dalam diriku. Mulai
saat ini, setiap kali rasa itu muncul dalam benakku, aku harus berteriak dalam
hati, “Ya Tuhan, bimbinglah perasaanku
ini! Tiada daya dan upaya kecuali dari-Mu.”
Malam demi malam ku lalui dengan menyimak
perbincangan rekan-rekanku via grup BBM. Ah, betapa asyiknya seandainya aku
adalah salah satu bagian dalam grup tersebut. Inginku segera beradu pendapat
dengan rekan-rekanku semua, terutama dengan Fitri, sang akhwat pujaan.
Sejujurnya ada banyak hal yang aku ingin ketahui dari diri seorang ‘Preman
Broly’. Apakah benar prinsip dan karakternya yang keras itu merupakan karakter
ia sejak lahir? Aku sedikit kurang yakin dengan hal ini. Aku yakin ada sisi
lain di balik karakter Fitri yang belum aku ketahui hingga saat ini. Hasrat
bergabung di grup BBM pun semakin kuat. “Ya
Tuhan, berikan aku petunjuk. Haruskah aku tergabung dengan grup dan memungkinkan
ku mengenal sang akhwat lebih jauh? Ataukah cukup dengan cara seperti ini aku
mengenalnya?”
Kejadian yang mengagetkanku terjadi pagi tadi
ketika ku buka HP jadulku dan membaca sebuah sms yang ternyata berasal dari
ayahku. Dia mengabarkan bahwa baru saja ia mengirimiku tambahan uang demi
keperluan hidupku di desa. Seolah Tuhan menjawab segala doaku, akhirnya aku pun
semakin bingung dengan pilihanku. Puncaknya yaitu beberapa menit yang lalu,
ketika rumor seputar Kordes dan Fitri semakin santar terdengar di rumah
penginapan yang kami sewa ini. Seolah sudah menjadi rahasia umum, Kordes yang
terkenal tidak banyak omong di grup, akhirnya mengungkapkan hal yang sebelumnya
sudah kuduga. Ya, dia berkata dalam grup, “Fitri
cewek yang cantik. Kepribadiannya juga mengesankan. Baru kali ini aku bertemu
dengan tipe cewek seperti dia.”
“Arrggghh...
Mengapa ini semua terjadi begitu saja tepat di hadapanku? Mengapa ia (Dana)
menyatakan hal itu tepat di saat aku menyandarkan sebuah harapan yang besar
pada Fitri? Dan mengapa Tuhan menunjuki ku jalan yang seperti ini?”
Pikiranku tak menentu saat ini. Antara pasrah dengan keadaan yang ada, ataukah
bangkit dan bersaing dengan temanku Dana demi mendapatkan perhatian Fitri.
Sejujurnya aku memang tidak bisa membohongi diriku saat ini. Terdapat hasrat
yang begitu kuat dalam diriku untuk mendapatkan perhatian lebih dari sang
akhwat pujaan. Walaupun terdengarnya mustahil namun entah mengapa aku yakin hal
itu dapat kuraih. Semakin ku bingung akan pilihan-pilihan yang beterbangan di
pikiranku, semakin banyak ku menyebut nama Tuhanku untuk segera diberikan
pilihan yang terbaik. Baiklah selang beberapa saat setelah kejadian menyakitkan
itu terjadi, kuputuskan malam ini, aku tidak boleh kalah bersaing dengan Dana.
Tujuanku saat ini yaitu mendapatkan perhatian lebih dari sang akhwat pujaan.
Masalah bagaimana statusnya nanti, aku tidak mau berpikir jauh ke arah sana.
Sebatas mengenal sang akhwat lebih jauh dan mendapatkan perhatian lebih darinya
yang saat ini kupikirkan untuknya. Sebelum ku memejamkan mataku mengarungi
dunia mimpi, aku sempatkan berdoa dalam hati, “Ya Tuhan, kalau memang pilihanku ini Engkau ridhoi, maka mudahkanlah
urusanku ini.”
“Cieee...
HP baru.” Itulah respon yang kudapat dari teman-teman KKN ku setelah ku
tuliskan sebuah chat dalam grup BBM, “Ini
Nafi, kawan. Invite ya...” Ya, siang tadi kuputuskan pergi ke kota untuk
membeli sebuah Blackberry CDMA termurah. Ditemani temanku Ari, aku berkeliling
kota mencari toko yang menjual HP Blackberry termurah. Setelah sekian jam
berkeliling, akhirnya ku dapati Blackberry CDMA dengan harga yang terjangkau menurut
isi dompetku.
Inilah pilihanku! Ya, aku memilih tergabung
dalam grup BBM demi tercapainya tujuanku di KKN ini. Awal mengoperasikan memang
sulit. Namun dibantu teman-temanku yang lain, akhirnya setelah dua hari
semenjak pembeliannya, aku semakin mahir mengoperasikan Blackberry baruku ini.
Aku mulai mengetahui apa itu Autotext. Dan tentunya aku pun semakin mahir
mengoperasikan aplikasi-aplikasi yang tersedia, seperti Blackberry Messenger,
Twitter, Facebook, dan lainnya.
Bismillah, semakin dekat langkahku meraih
tujuan ku tinggal di sini. Mengenal sang akhwat pujaan, juga mendapatkan
perhatian lebih darinya. Awal rencanaku dimulai dengan turut aktif mengambil
bagian di grup dan mengomentari semua status/private message yang ia buat di BBM. Berbagai respon ia tunjukkan
kepadaku, mulai dari menjelaskan maksud, merevisi kembali, hingga mengelak isi
status yang ia buat.
Seminggu berlalu semenjak pembelian HP
baruku, kurasakan banyak sekali kemajuan yang terjadi antara diriku dan Fitri.
Kini, semakin ku mengenal karakter sesungguhnya dari sang akhwat pujaan.
Karakter yang selama ini aku capkan untuknya ternyata hanyalah sebagian kecil
alasan dirinya berbuat seperti itu. Semakin hari semakin banyak curahan-curahan
hatinya yang ia bagikan kepadaku. Entah aku tak mengerti mengapa ia bisa melakukan
hal tersebut kepadaku yang notabene baru ia kenal kurang dari seminggu lamanya.
Ah, mungkin memang kenyamanan lah alasan ia melakukan hal itu. Dan kini, akhirnya
ku ketahui sifat sebenarnya dari sang akhwat. Prinsipnya memanglah kuat. Ia tak
pernah berpikir untuk memberikan hatinya kepada setiap laki-laki, sekalipun ia
sangat mengaguminya. Karakter yang keras merupakan alasan dirinya untuk
membentengi hatinya dari perasaan-perasaan yang memang tidak disukai Tuhannya.
Hari ini merupakan tiga hari menjelang
berakhirnya masa KKN ku di desa ini. Banyak sekali pelajaran yang dapat aku
ambil selama hidup sebagai mahasiswa KKN. Dan kini, sedikit demi sedikit mulai
ku pahami nikmatnya hidup berkeluarga dan bermasyarakat yang merupakan
peradaban kecil yang harus ditempuh semua manusia dalam menuju bangkitnya
peradaban umat. Tak lupa juga banyak sekali pelajaran terkait manajemen
perasaan yang telah aku dapat dari Fitri, sang akhwat pujaan hati. Ku belajar
darinya, “Cinta kepada Tuhan adalah sebenar-benarnya cinta. Tak ada cinta yang
jauh lebih indah dari Cinta kepada-Nya. Semua harapan dan keinginan tiadalah
berguna tanpa kita meminta ridho dari-Nya. Dan tak ada yang mustahil di dunia
ini bagi-Nya. Sesiapa yang dapat mencintai-Nya melebihi cintanya kepada
makhluk-Nya, percayalah kenikmatan hidup akan ia dapat di dunia ini.”
“Nafi
itu orang yang sholeh, seorang calon pemimpin keluarga yang baik. Dia juga
seseorang yang humoris, care, dan perhatian. Pertahankan ya, Fi!!!” Begitulah
kesan pesan yang Fitri tuliskan untuk ku selama kami hidup bersama di desa KKN
ini. Tak ada kesan yang menyentuh hatiku, kecuali kesan darinya. Kurasakan tak
hanya lisan dan tulisan yang ia berikan untukku kali ini. Entah mengapa aku
yakin dalam diriku, kali ini hatinya lah yang sedang berbicara padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar