Allah

Senin, 13 Januari 2014

APA ITU TAKDIR? BENARKAH HIDAYAH DATANG DENGAN SENDIRINYA?







Tulisan berikut adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul Ku Ber-Islam Karena Akalku Bukan-lah Yang Lain..!!!. Kukatakan dalam tulisan sebelumnya, bahwa tulisan ini berlandaskan 2 buah video ceramah ustadz Felix yang saling berkesinambungan. Bagi yang ingin menyimak langsung isi materi dari beliau bisa klik di sini (untuk video 1, berjudul Life is a Choice) dan di sini (untuk video 2, berjudul Hidayah menjadi lebih Mudah). Ku sinopsiskan ceramah beliau ini dengan maksud sebagai pengantar untuk kalian, para pencari ilmu Allah, agar mendapat sedikit gambaran apa yang akan kalian simak pada video tersebut. Baiklah, tanpa berlama-lama lagi, berikut hasil sinopsis yang dapat kurangkum.


Maha Suci Allah dari segala ciptaan-Nya. Kalau sahabat pembaca hanya menyimak bagaimana isi video 1 (Life is a Choice), maka kupastikan kalian semua hanya akan mendapat motivasi kehidupan dari sang ustadz. Untuk melengkapi dan meyakinkan kalian akan arti kehidupan menurut Islam, maka sangat diperlukan bagi kita semua menyimak video 2 (Hidayah menjadi lebih Mudah). “Hidup kita sekarang merupakan Hasil dari pilihan-pilihan yang kita ambil di masa lalu, dan pilihan-pilihan kita sekarang merupakan wujud dari kehidupan kita di masa depan.” Itulah sepenggal kalimat sang ustadz dalam membuka ceramahnya. Dalam ceramahnya tersebut cukup jelas diceritakan bagaimana masa lalu sang ustadz ketika ia berada di bangku SMP dan berdiskusi dengan salah satu temannya. Diceritakan olehnya bagaimana sang teman membujuknya untuk bersikap layaknya anak muda zaman itu, rambut model belah tengah dengan tindikan anting di telinga sebelah kiri ditambah gaya berpakaian yang kukira itu sangatlah tidak sopan. Ya, itulah yang teman-teman sang ustadz ajakkan untuknya. Diskusi berlangsung sampai pada akhirnya prinsip sang ustadz tak tergoyahkan untuk bersikap seperti ia apa adanya. Ia berpendapat bahwa seseorang tak selamanya akan menjadi pemuda, suatu saat kelak akan datang waktu dimana ia dituntut berpikir lebih dewasa demi bertahan hidup di dunia ini. Belasan tahun berlalu, sampai pada akhirnya berkat izin-Nya mereka berdua pun kembali dipertemukan. Sang ustadz menceritakan bagaimana berbedanya mereka berdua. Beberapa diantaranya yaitu, sang ustadz sudah menikah dan memiliki anak, sedang temannya itu belum sama sekali. Penghasilan keduanya pun begitu, menurut pengakuannya kini penghasilan temannya itu tak lebih dari penghasilannya kini.

Pelajaran yang ustadz berikan dari cerita di atas adalah bagaimana nasib seseorang di masa depan akan ditentukan dari kegiatan-kegiatannya masa kini. Tak ada tukang becak yang merupakan seseorang dengan predikat mahasiswa berprestasi pada masa lalunya. Apa yang kita kerjakan saat ini adalah cerminan kehidupan kita masa depan. Seorang siswa yang gemar menghabiskan waktunya dengan bersantai atau berfoya-foya SELAMA IA TAK BERUBAH maka tak akan ada kata kesuksesan dalam dirinya. Di akhir ceramahnya, sang ustadz mengingatkan kita akan datangnya ajal. Ia menekankan pada kita bahwasanya Ajal akan datang di saat waktu yang tak pernah kita duga. Jadi, apapun yang sedang kita kerjakan saat ini, kita tak pernah tahu apakah kita dapat melakukannya kembali esok hari. Allahu a’lam bish showab... Oleh karena itu, berikanlah yang terbaik untuk diri kita saat ini, karena kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Mari persiapkan diri ini untuk masa depan, baik masa depan di dunia maupun di akhirat kelak. Sungguh, Allah lah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.




Bagan di atas merupakan skema yang akan kita lalui di kehidupan ini. Dunia akan kita lalui kurang lebih selama 70 tahun. Setelah itu akan kita lewati alam kubur dengan waktu kurang lebih 7000 tahun. Terakhir sebelum kita tahu kehidupan kekal kita, akan kita lewati masa dimana seluruh umat manusia dikumpulkan dan dihitung segala amal perbuatannya, yaitu kurang lebih selama 50000 tahun lamanya. Dan pada akhirnya akan kita dapati buah hasil segala amal perbuatan kita di dunia, surga kah atau neraka. Di sana lah kita akan hidup kekal, kholidina fiha abada, selama-lamanya.

Kembali kepada pertanyaan awalku, apa itu takdir Allah? Apakah semua yang sudah, sedang, dan akan kulakukan sudah tercantum pada Lauhul Mahfudz ku? Profesi ku di masa depan, tempat abadi ku kelak, apakah semuanya merupakan Takdir Allah? Bismillah, karena penjelasan topik ini sangatlah riskan dijelaskan oleh orang awam sepertiku, kusarankan untuk para pembaca agar menyimak videonya secara langsung. Bukan apa-apa, ku takutkan terdapat kalimat yang membingungkan kalian pada tulisan ini, dan itu hanya akan membuat kalian keliru terhadap makna yang sebenarnya. Kutuliskan tulisan ini hanya sebagai pengantar sebelum kalian menyimak video tersebut.

Pada awal ceramahnya, sang ustadz menceritakan kisah hidup seorang legenda tinju dunia, Mike Tyson, dan juga Elvis Presley, sang legenda Rock'n Roll. Dikisahkan bagaimana kondisi di saat keduanya memiliki hidup yang berkecukupan hingga keadaan mereka saat ini. Dan di akhir kisahnya, sang ustadz bertanya, “Allah Maha Tahu, Ia pun Tahu akan kemana kita kelak (surga/neraka), lantas kenapa kita harus ibadah? Siapa tahu saat Ajal menjemput kita, kita dalam keadaan Su’ul Khotimah. Kan, kita tidak tahu, Allah Maha Tahu. Intinya, apakah hidup ini pilihan atau terpaksa?” Dalam menjawab pertanyaan tersebut, terdapat beberapa hal yang harus dipahami bersama. Al-Ustadz mengelompokkannya ke dalam dua hal. Kita harus paham hal-hal apa saja yang di luar kendali kita, dan hal-hal apa saja yang termasuk ke dalam kendali kita.

Untuk hal-hal yang termasuk di luar kendali, tak perlu kita khawatirkan, karena kita tak perlu mempertanggungjawabkannya kelak. Contoh, bentuk muka kita, rambut kita, postur kita, dan sebagainya. Kesemuanya tak akan Allah pertanyakan kelak, “Mengapa mukamu seperti ini, rambutmu seperti itu, dan sebagainya?” Allah tak akan mempertanyakan hal itu, dan kita tak perlu mempertanggungjawabkannya selama kita tak mencoba untuk mengubah apa yang sudah ada. Sedangkan hal-hal di dalam kendali kita, itulah yang akan Allah tanyakan kelak, dan kita wajib bertanggungjawab atasnya. Contoh, pekerja keras, jujur, adil, malas, pemarah, dan sebagainya. Itulah yang akan Allah pertanyakan. “Mengapa kau bermalas-malasan, pemarah terhadap istri-istrimu, dan sebagainya?” Karena kesemua itu merupakan pilihan yang dapat kita kendalikan.

Dalam perjalanannya kita sering keliru akan takdir Allah. Terutama ketika kita mendapat suatu keburukan, seringkali kita menyangka, “Ah, ini sudah takdir Allah. Kini, saya hanya tinggal menunggu hidayah-Nya.” Ya, seringkali kita mengelak dengan mengiranya sebagai takdir Allah. Padahal telah kita ketahui bersama ada hal-hal yang memang termasuk ke dalam kendali kita. Dan itu berarti semua yang terjadi pada kita tak sepenuhnya merupakan takdir, ada beberapa bagian di antaranya merupakan hasil dari pilihan yang kita pilih. Contoh, seorang artis bernama Choky Sitohang (seorang Kristian) yang menikahi seorang muslimah. Ketika ayah sang muslimah ditanya akan pernikahan putrinya, beliau pun mengelak bahwa semuanya sudah ditakdirkan Allah. Pertanyaannya sekarang, benarkah pernyataan sang ayah? Adakah beliau memahami Al-Quran surat An-Nisaa bagaimana sikap muslim(ah) dalam memilih seorang pasangan hidup? Ya, sebuah takdir/pilihan yang sepatutnya kita renungi bersama.

Atau kisah lain seorang perempuan yang belum mau mengenakan hijab oleh karena menurutnya itu semua merupakan takdir Allah dan kini belumlah turun hidayah-Nya untuknya berubah. Benarkah alasan seperti ini? Tidakkah ia memahami perintah-Nya dalam surat Al-Ahzab dan An-Nuur tentang perintah berhijab? Lantas, mengapa ia tak memilih untuk mengamalkan atau memenuhi perintah-Nya tersebut? Sedangkan kita pahami bersama, hal ini merupakan sesuatu yang termasuk ke dalam kendalinya, dan pillihannya ini akan ia pertanggungjawabkan kelak. Hidayah? Apakah itu alasan selanjutnya setelah takdir? Memang, apakah itu hidayah?

Secara umum ustadz Felix telah menjelaskan apa itu hidayah beserta jenis-jenisnya. Hidayah adalah petunjuk. Ketika kita mencari sebuah alamat, kita membutuhkan sebuah petunjuk. Begitupun manusia. Manusia dalam menjalankan setiap detik hidupnya pasti butuh yang namanya Hidayah/Petunjuk. Pertanyaannya, apakah hidayah itu datang dengan sendirinya atau perlu kita menjemputnya? Sebelumnya akan kujelaskan dahulu jenis-jenis hidayah.

  1. Hidayah Khulqi (Hidayah Akal)
  2. Hidayah Irsyad wal Bayan (Hidayah Al-Quran dan As-Sunnah)
  3. Hidayah Taufiq (Hidayah Jalan yang lurus)

Hidayah Akal telah Allah berikan semenjak kita terlahir ke dunia. Akal inilah yang nantinya digunakan untuk mendapat hidayah-hidayah-Nya yang lain. Hidayah Irsyad wal Bayan adalah hidayah dalam bentuk fisik atau hidayah yang akan kita dapat ketika kita menggunakan akal kita untuk mencari petunjuk-Nya. Al-Quran dan As-Sunnah diyakini setiap Muslim sebagai pedoman hidup, oleh karenanya bentuk fisik tersebut ditujukan kepada keduanya. Hidayah Taufiq, inilah yang sebenarnya kita definisikan sebagai Hidayah dalam kehidupan kita sehari-hari. Hidayah Jalan yang lurus. Seringkali kita berpendapat belum mendapatkan Hidayah, padahal sebenarnya Hidayah Taufiq ini merupakan hasil sinkronisasi kedua hidayah yang telah kita dapat sebelumnya. Kasarnya, apabila akal kita dapat menjangkau makna ayat-ayat Al-Quran atau As-Sunnah, maka secara otomatis Hidayah Taufiq akan kita dapatkan.

Kembali kepada pertanyaan “Hidayah datang sendiri atau perlu dijemput?” Sebenarnya pada penjelasan jenis hidayah di atas menurutku sudah sangat gamblang dijelaskan bagaimanakah jawaban yang tepat untuk pertanyaan tersebut. Sebuah analogi yang bagus diberikan oleh ustadz Felix. Manusia diibaratkan seseorang yang sedang mencari sebuah alamat. Al-Quran&As-Sunnah diibaratkan sebagai peta atau petunjuk fisik lainnya. Dan surga diibaratkan sebagai alamat yang dituju. Sebelum seseorang mencari sebuah alamat, beliau dibekali akal untuk memilih kendaraan mana yang akan ia gunakan, motor, mobil, angkutan umum, atau mungkin berjalan kaki. Selain itu, untuk memudahkannya mencari alamat, maka ia pun akan bekerja keras mendapatkan petunjuk jalan untuk menuju ke alamat tersebut, boleh itu bertanya pada orang sekitar atau baiknya menggunakan sebuah denah/peta. Setelah semuanya telah ia dapat/tentukan, apakah ia secara otomatis dapat menuju alamat yang dituju? Belum tentu. Ya, belum tentu. Belum tentu orang tersebut dapat menjangkau alamat yang dituju. Ia tak akan mendapati alamat tersebut apabila ia tak juga bergerak. Kasarnya, selama ia tak mempraktikkan petunjuk yang telah ia dapat, maka petunjuk tersebut hanyalah sebagai petunjuk yang tak berguna. Begitupun manusia, setelah ia diberi akal dan Al-Quran&As-Sunnah, selama ia tak mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka Al-Jannah pun hanya akan sebagai impiannya saja. Hidayah Taufiq tak akan didapatinya. Allahu a’lam...

Berikut adalah kutipan hadits yang dapat meringkas semua pertanyaan yang ada dalam tulisan ini, insya Allah...

Tidak ada seorangpun dari kamu sekalian atau tak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali Allah telah tentukan kedudukannya di dalam surga atau di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara ataukah sebagai seorang yang bahagia.” (HR Muslim)

Beramal lah! Karena setiap orang akan dipermudah.
Adapun orang yang ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang berbahagia.
Adapun orang yang ditentukan sebagai seorang yang sengsara, maka mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang sengsara.” (HR Muslim)



#YukMenulis #BeInspiring #LaaHaulaWalaaQuwwataIllaaBillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar