Tulisan
berikut adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul Ku Ber-Islam Karena Akalku Bukan-lah Yang Lain..!!!. Kukatakan dalam
tulisan sebelumnya, bahwa tulisan ini berlandaskan 2 buah video ceramah ustadz
Felix yang saling berkesinambungan. Bagi yang ingin menyimak langsung isi
materi dari beliau bisa klik di sini (untuk video 1, berjudul Life is a Choice)
dan di sini (untuk video 2, berjudul Hidayah menjadi lebih Mudah). Ku
sinopsiskan ceramah beliau ini dengan maksud sebagai pengantar untuk kalian,
para pencari ilmu Allah, agar mendapat sedikit gambaran apa yang akan kalian
simak pada video tersebut. Baiklah, tanpa berlama-lama lagi, berikut hasil
sinopsis yang dapat kurangkum.
Maha
Suci Allah dari segala ciptaan-Nya. Kalau sahabat pembaca hanya menyimak
bagaimana isi video 1 (Life is a Choice), maka kupastikan kalian semua hanya
akan mendapat motivasi kehidupan dari sang ustadz. Untuk melengkapi dan
meyakinkan kalian akan arti kehidupan menurut Islam, maka sangat diperlukan
bagi kita semua menyimak video 2 (Hidayah menjadi lebih Mudah). “Hidup
kita sekarang merupakan Hasil dari pilihan-pilihan yang kita ambil di masa
lalu, dan pilihan-pilihan kita sekarang merupakan wujud dari kehidupan kita di
masa depan.” Itulah sepenggal kalimat sang ustadz dalam membuka
ceramahnya. Dalam ceramahnya tersebut cukup jelas diceritakan bagaimana masa
lalu sang ustadz ketika ia berada di bangku SMP dan berdiskusi dengan salah
satu temannya. Diceritakan olehnya bagaimana sang teman membujuknya untuk
bersikap layaknya anak muda zaman itu, rambut model belah tengah dengan
tindikan anting di telinga sebelah kiri ditambah gaya berpakaian yang kukira
itu sangatlah tidak sopan. Ya, itulah yang teman-teman sang ustadz ajakkan
untuknya. Diskusi berlangsung sampai pada akhirnya prinsip sang ustadz tak
tergoyahkan untuk bersikap seperti ia apa adanya. Ia berpendapat bahwa
seseorang tak selamanya akan menjadi pemuda, suatu saat kelak akan datang waktu
dimana ia dituntut berpikir lebih dewasa demi bertahan hidup di dunia ini.
Belasan tahun berlalu, sampai pada akhirnya berkat izin-Nya mereka berdua pun kembali
dipertemukan. Sang ustadz menceritakan bagaimana berbedanya mereka berdua. Beberapa
diantaranya yaitu, sang ustadz sudah menikah dan memiliki anak, sedang temannya
itu belum sama sekali. Penghasilan keduanya pun begitu, menurut pengakuannya
kini penghasilan temannya itu tak lebih dari penghasilannya kini.
Pelajaran
yang ustadz berikan dari cerita di atas adalah bagaimana nasib seseorang di
masa depan akan ditentukan dari kegiatan-kegiatannya masa kini. Tak ada tukang
becak yang merupakan seseorang dengan predikat mahasiswa berprestasi pada masa
lalunya. Apa yang kita kerjakan saat ini adalah cerminan kehidupan kita masa
depan. Seorang siswa yang gemar menghabiskan waktunya dengan bersantai atau
berfoya-foya SELAMA IA TAK BERUBAH
maka tak akan ada kata kesuksesan dalam dirinya. Di akhir ceramahnya, sang
ustadz mengingatkan kita akan datangnya ajal. Ia menekankan pada kita
bahwasanya Ajal akan datang di saat waktu yang tak pernah kita duga. Jadi,
apapun yang sedang kita kerjakan saat ini, kita tak pernah tahu apakah kita
dapat melakukannya kembali esok hari. Allahu a’lam bish showab... Oleh karena
itu, berikanlah yang terbaik untuk diri kita saat ini, karena kita tak pernah
tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Mari persiapkan diri ini untuk masa
depan, baik masa depan di dunia maupun di akhirat kelak. Sungguh, Allah lah
Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Bagan
di atas merupakan skema yang akan kita lalui di kehidupan ini. Dunia akan kita
lalui kurang lebih selama 70 tahun. Setelah itu akan kita lewati alam kubur
dengan waktu kurang lebih 7000 tahun. Terakhir sebelum kita tahu kehidupan
kekal kita, akan kita lewati masa dimana seluruh umat manusia dikumpulkan dan
dihitung segala amal perbuatannya, yaitu kurang lebih selama 50000 tahun
lamanya. Dan pada akhirnya akan kita dapati buah hasil segala amal perbuatan
kita di dunia, surga kah atau neraka. Di sana lah kita akan hidup kekal, kholidina fiha abada, selama-lamanya.
Kembali
kepada pertanyaan awalku, apa itu takdir Allah? Apakah semua yang sudah,
sedang, dan akan kulakukan sudah tercantum pada Lauhul Mahfudz ku? Profesi ku
di masa depan, tempat abadi ku kelak, apakah semuanya merupakan Takdir Allah? Bismillah,
karena penjelasan topik ini sangatlah riskan dijelaskan oleh orang awam
sepertiku, kusarankan untuk para pembaca agar menyimak videonya secara
langsung. Bukan apa-apa, ku takutkan terdapat kalimat yang membingungkan kalian
pada tulisan ini, dan itu hanya akan membuat kalian keliru terhadap makna yang
sebenarnya. Kutuliskan tulisan ini hanya sebagai pengantar sebelum kalian menyimak
video tersebut.
Pada
awal ceramahnya, sang ustadz menceritakan kisah hidup seorang legenda tinju
dunia, Mike Tyson, dan juga Elvis Presley, sang legenda Rock'n Roll. Dikisahkan
bagaimana kondisi di saat keduanya memiliki hidup yang berkecukupan hingga keadaan mereka
saat ini. Dan di akhir kisahnya, sang ustadz bertanya, “Allah Maha Tahu, Ia pun Tahu akan kemana kita kelak (surga/neraka),
lantas kenapa kita harus ibadah? Siapa tahu saat Ajal menjemput kita, kita
dalam keadaan Su’ul Khotimah. Kan, kita tidak tahu, Allah Maha Tahu. Intinya, apakah hidup ini pilihan atau
terpaksa?” Dalam menjawab pertanyaan tersebut, terdapat beberapa hal
yang harus dipahami bersama. Al-Ustadz mengelompokkannya ke dalam dua hal. Kita
harus paham hal-hal apa saja yang di luar kendali kita, dan hal-hal apa saja
yang termasuk ke dalam kendali kita.
Untuk
hal-hal yang termasuk di luar kendali, tak perlu kita khawatirkan, karena kita
tak perlu mempertanggungjawabkannya kelak. Contoh, bentuk muka kita, rambut
kita, postur kita, dan sebagainya. Kesemuanya tak akan Allah pertanyakan kelak,
“Mengapa mukamu seperti ini, rambutmu
seperti itu, dan sebagainya?” Allah tak akan mempertanyakan hal itu, dan
kita tak perlu mempertanggungjawabkannya selama kita tak mencoba untuk mengubah
apa yang sudah ada. Sedangkan hal-hal di dalam kendali kita, itulah yang
akan Allah tanyakan kelak, dan kita wajib bertanggungjawab atasnya. Contoh, pekerja
keras, jujur, adil, malas, pemarah, dan sebagainya. Itulah yang akan Allah
pertanyakan. “Mengapa kau
bermalas-malasan, pemarah terhadap istri-istrimu, dan sebagainya?” Karena
kesemua itu merupakan pilihan yang dapat kita kendalikan.
Dalam
perjalanannya kita sering keliru akan takdir Allah. Terutama ketika kita
mendapat suatu keburukan, seringkali kita menyangka, “Ah, ini sudah takdir Allah. Kini, saya hanya tinggal menunggu hidayah-Nya.”
Ya, seringkali kita mengelak dengan mengiranya sebagai takdir Allah. Padahal
telah kita ketahui bersama ada hal-hal yang memang termasuk ke dalam kendali
kita. Dan itu berarti semua yang terjadi pada kita tak sepenuhnya merupakan
takdir, ada beberapa bagian di antaranya merupakan hasil dari pilihan yang kita
pilih. Contoh, seorang artis bernama Choky Sitohang (seorang Kristian) yang
menikahi seorang muslimah. Ketika ayah sang muslimah ditanya akan pernikahan
putrinya, beliau pun mengelak bahwa semuanya sudah ditakdirkan Allah. Pertanyaannya
sekarang, benarkah pernyataan sang ayah? Adakah beliau memahami Al-Quran surat
An-Nisaa bagaimana sikap muslim(ah) dalam memilih seorang pasangan hidup? Ya,
sebuah takdir/pilihan yang sepatutnya kita renungi bersama.
Atau
kisah lain seorang perempuan yang belum mau mengenakan hijab oleh karena
menurutnya itu semua merupakan takdir Allah dan kini belumlah turun hidayah-Nya
untuknya berubah. Benarkah alasan seperti ini? Tidakkah ia memahami
perintah-Nya dalam surat Al-Ahzab dan An-Nuur tentang perintah berhijab?
Lantas, mengapa ia tak memilih untuk mengamalkan atau memenuhi perintah-Nya
tersebut? Sedangkan kita pahami bersama, hal ini merupakan sesuatu yang
termasuk ke dalam kendalinya, dan pillihannya ini akan ia pertanggungjawabkan
kelak. Hidayah? Apakah itu alasan selanjutnya setelah takdir? Memang, apakah
itu hidayah?
Secara
umum ustadz Felix telah menjelaskan apa itu hidayah beserta jenis-jenisnya.
Hidayah adalah petunjuk. Ketika kita mencari sebuah alamat, kita membutuhkan sebuah
petunjuk. Begitupun manusia. Manusia dalam menjalankan setiap detik hidupnya
pasti butuh yang namanya Hidayah/Petunjuk. Pertanyaannya, apakah hidayah itu
datang dengan sendirinya atau perlu kita menjemputnya? Sebelumnya akan
kujelaskan dahulu jenis-jenis hidayah.
- Hidayah Khulqi (Hidayah Akal)
- Hidayah Irsyad wal Bayan (Hidayah Al-Quran dan As-Sunnah)
- Hidayah Taufiq (Hidayah Jalan yang lurus)
Hidayah Akal telah Allah berikan semenjak kita terlahir ke dunia. Akal inilah yang nantinya digunakan untuk mendapat hidayah-hidayah-Nya yang lain. Hidayah Irsyad wal Bayan adalah hidayah dalam bentuk fisik atau hidayah yang akan kita dapat ketika kita menggunakan akal kita untuk mencari petunjuk-Nya. Al-Quran dan As-Sunnah diyakini setiap Muslim sebagai pedoman hidup, oleh karenanya bentuk fisik tersebut ditujukan kepada keduanya. Hidayah Taufiq, inilah yang sebenarnya kita definisikan sebagai Hidayah dalam kehidupan kita sehari-hari. Hidayah Jalan yang lurus. Seringkali kita berpendapat belum mendapatkan Hidayah, padahal sebenarnya Hidayah Taufiq ini merupakan hasil sinkronisasi kedua hidayah yang telah kita dapat sebelumnya. Kasarnya, apabila akal kita dapat menjangkau makna ayat-ayat Al-Quran atau As-Sunnah, maka secara otomatis Hidayah Taufiq akan kita dapatkan.
Kembali
kepada pertanyaan “Hidayah datang sendiri
atau perlu dijemput?” Sebenarnya pada penjelasan jenis hidayah di atas menurutku
sudah sangat gamblang dijelaskan bagaimanakah jawaban yang tepat untuk pertanyaan
tersebut. Sebuah analogi yang bagus diberikan oleh ustadz Felix. Manusia
diibaratkan seseorang yang sedang mencari sebuah alamat. Al-Quran&As-Sunnah
diibaratkan sebagai peta atau petunjuk fisik lainnya. Dan surga diibaratkan
sebagai alamat yang dituju. Sebelum seseorang mencari sebuah alamat, beliau
dibekali akal untuk memilih kendaraan mana yang akan ia gunakan, motor, mobil, angkutan
umum, atau mungkin berjalan kaki. Selain itu, untuk memudahkannya mencari
alamat, maka ia pun akan bekerja keras mendapatkan petunjuk jalan untuk menuju
ke alamat tersebut, boleh itu bertanya pada orang sekitar atau baiknya menggunakan
sebuah denah/peta. Setelah semuanya telah ia dapat/tentukan, apakah ia secara
otomatis dapat menuju alamat yang dituju? Belum tentu. Ya, belum tentu. Belum
tentu orang tersebut dapat menjangkau alamat yang dituju. Ia tak akan mendapati
alamat tersebut apabila ia tak juga bergerak. Kasarnya, selama ia tak mempraktikkan
petunjuk yang telah ia dapat, maka petunjuk tersebut hanyalah sebagai petunjuk
yang tak berguna. Begitupun manusia, setelah ia diberi akal dan Al-Quran&As-Sunnah,
selama ia tak mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka Al-Jannah pun hanya akan sebagai
impiannya saja. Hidayah Taufiq tak akan didapatinya. Allahu a’lam...
Berikut
adalah kutipan hadits yang dapat meringkas semua pertanyaan yang ada dalam
tulisan ini, insya Allah...
“Tidak ada
seorangpun dari kamu sekalian atau tak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali Allah telah tentukan kedudukannya di dalam surga atau di dalam neraka
serta apakah ia sebagai seorang yang
sengsara ataukah sebagai seorang yang
bahagia.” (HR Muslim)
“Beramal lah! Karena setiap orang akan
dipermudah.
Adapun
orang yang ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka mereka akan
dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang berbahagia.
Adapun
orang yang ditentukan sebagai seorang yang sengsara, maka mereka akan
dimudahkan untuk melakukan amalan orang yang sengsara.”
(HR Muslim)
#YukMenulis
#BeInspiring #LaaHaulaWalaaQuwwataIllaaBillah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar