Allah

Kamis, 09 Januari 2014

Ketika Cinta Bersemi... [Part 2]



Lanjutan [Part1]...



Tak terasa tiga minggu sudah ku hidup di desa ini. Asam manis kehidupan bermasyarakat telah ku pelajari. Rasa yang tak pernah muncul sekuat ini pun telah kurasakan berkat adanya KKN ini. Ku berpikir, baiklah harus ku rancang ulang rencana hidupku setelah lulus kuliah nanti. Tak lagi berpikir ke luar negeri lalu bekerja dan menikah, namun alangkah indahnya jika kedua hal tersebut dapat ditukar, menikah dahulu lalu urusan kerja dan ke luar negeri bagaimana restu suami kelak. Ah, betapa indahnya memiliki pendamping hidup. Ya, memang aku terkenal sebagai orang yang memiliki prinsip hidup yang cukup kuat. Salah satunya yaitu aku memiliki prinsip hidup, say no to Pacaran. Aku tak ingin merasakan bagaimana ‘nikmatnya’ pacaran, karena ku berpikir pacaran hanyalah kesempatan para lelaki untuk ‘merasakan’ diriku sepenuhnya. Maka itu, akan ku tutup hati ini bagi siapapun yang ingin memilikinya hingga waktunya datang kelak, termasuk untukmu, wahai Dana. Seperti inilah caraku mencintaimu. Ku harap kau dapat menerima dan sabar akan caraku ini.

Nafi, satu-satunya teman KKN ku yang dapat mengerti perasaanku. Bukanlah Rahma, Siska atau mungkin Dana. Hanya Nafi orang yang mengerti dan tahu kondisiku saat ini. Nafi lah orang yang selama kurang lebih satu minggu terakhir aku jadikan tempat curhatku. Entah mengapa kurasakan nyaman yang sangat begitu terasa apabila ku curahkan segala isi hatiku padanya, dibanding Rahma ataupun Siska. Dia berperawakan agak gemuk dan tak terlalu tinggi, namun memang tak dapat kupungkiri ia memiliki raut wajah yang tak kalah tampan dibanding Dana. Jambang dan jenggotnya yang tipis kerimis melengkapi ketampanan dirinya. Begitupun karakter dirinya. Seorang yang humoris, penyabar, perhatian, dan yang terpenting ia pun rajin beribadah ke masjid. Betapa sosok calon imam yang cukup baik menurutku.

Apa maksudmu, Dan?” Tanyaku tak menyangka mendengar sebuah pernyataan dari Dana. Ya, baru saja kelompok KKN kami mengadakan pertemuan di ruang tengah untuk membicarakan kesan pesan antar anggota kelompok selama hampir satu bulan di desa ini. Saat ini merupakan tiga hari menjelang kepergian kami dari desa ini. Tiga hari ke depan, kami selesai mengadakan KKN di desa ini.

Mungkin kamu telah mengetahui semuanya, Pit. Kamu pun telah membaca kesan pesan dari ku bukan? Ya, kutuliskan itu semua hanya untukmu, Pit. Itulah apa yang sebenarnya hatiku ingin sampaikan kepadamu.” Jelasnya mengharapkan sesuatu dariku.

Ku ambil kembali lembar kesan pesan yang ia tuliskan untukku. Ku minta Siska memegang tas kecilku sementara aku membuka kembali lembaran kertas yang Dana berikan tadi. “Fitri, sosok bidadari setengah sayap yang sedang mencari kembali sayapnya yang hilang di bumi ini. Kesana kemari telah ia rampungkan pencariannya itu, namun ku tak tahu apakah ia menyadari bahwa sayap yang ia cari sebenarnya tepat berada di hadapannya saat ini.

Aku gak mengerti maksud kamu, Dan. To the point saja lah, sudah malam...” Balasku memaksanya.

Fitri, will you be my girl, Darling? I think you’re fated to be mine.. (Fitri, maukah kau menjadi pacarku, Sayang? Aku yakin kau ditakdirkan untuk menjadi milikku)” Pintanya menggunakan bahasa inggris, yang memang merupakan keahlianku saat ini.

Astaghfirullah...” Ku hanya bisa beristighfar menghadapi semua ini terjadi kepadaku. Ku tak habis pikir ternyata Dana mengatakan itu semua kepadaku, malam ini. Astaghfirullah... Bukankah dulu sudah kuingatkan dia, aku memiliki prinsip hidup untuk tidak membiarkan diriku terjerembab ke jalan yang dinamakan pacaran? Bukankah dulu pun sudah ku jelaskan mengapa aku tak mau melakukan itu? Tapi kenapa, kenapa Dana tak mau menghargai prinsipku itu? Kenapa dia memilih jalan sempit untuk mengajakku berpacaran? Jujur, rasa sayang ku padanya mulai pudar semenjak kejadian ini terjadi. Rasa kecewa padanya mulai muncul dalam benakku. Ya, aku tak suka dengan orang yang selalu memaksakan kehendaknya apalagi untuk merusak prinsip hidup orang lain. Aku memiliki prinsip hidup, Dan, aku cuma ingin kamu mengerti betapa berharganya prinsip hidupku yang satu ini. Maafkan aku, Dan, aku tak bisa menerima dirimu. Walau berat rasanya, tapi inilah pilihanku, kuharap kau mengerti, Dan.

Akhirnya kuceritakan ini semua pada Nafi. Ku ceritakan kejadian memilukan ini padanya. Ku gambarkan pula bagaimana perasaanku saat ini. Sakit. Ku curahkan betapa sakitnya perasaan ini karena kejadian itu. Tak pernah ku merasakan sesakit ini. Kalau boleh ku ibaratkan semua ini, Dana lah satu-satunya orang yang telah berhasil membawaku ke puncak tertinggi dari sebuah menara, dan Dana juga lah yang telah berhasil mendorongku terjatuh ke bawah menara tersebut. Astaghfirullah...

Setelah ku ceritakan semua yang terjadi padaku malam ini, hanya sedikit sekali respon yang Nafi berikan untukku. Namun sedikit respon itu kurasakan sangat berarti bagiku. Sepenggal kalimat yang ia berikan yang mampu menampar diriku dari segala keputusan-keputusanku selama ini. Kalimat yang takkan pernah kulupakan sampai akhir hayatku insya Allah, “Entah dulu aku pernah mendengar langsung darimu atau memang hanya simpulanku selama aku dekat denganmu, ingatlah kawan, Tiada cinta yang lebih indah dari cinta kepada-Nya.

Memang benar dugaanku. Hanya Nafi lah satu-satunya orang yang mampu mengerti keadaan dan kebutuhanku saat ini. Sedikit sekali nasehat darinya menurutku sudah lebih dari cukup untuk bisa memotivasiku kembali berpikir optimis menjalani kehidupan. Terimakasih sahabatku atas segala nasehatmu... Semoga Tuhan membalas semua kebaikanmu kepadaku.

Semenjak kejadian itulah aku semakin dekat dengan Nafi. Tepat dua bulan sudah lamanya ku lewati masa-masa suram KKN. Hari ini, saat ini, banyak sekali pelajaran yang dapat kuambil dari pengalamanku itu. Nafi, ya, Nafi lah yang berperan menghadirkan pembelajaran itu padaku. Ia lah yang berhasil membuka pikiranku akan kehidupan yang fana ini. Pernah ia menasehatiku, “Hidup ini sementara kok. Jadi suka gak suka kamu harus tahu dan mau menjalani kodratmu sebagai manusia. Apa tujuan hidup manusia? Hanya 2, ibadah (QS 51:56) dan khalifah (QS 2:30). Maka itu, yuk ah lebih giat lagi beramar ma’ruf nahi munkar...

Banyak sekali nasehat yang telah kudapat dari seorang Nafi. Sudah tak dapat kuhitung lagi betapa banyak jumlahnya itu. Namun satu hal yang pasti dalam hidupku saat ini, entah mengapa setiap kali ku selesai berhubungan BBM atau chat medsoc dengannya, selalu terlintas dalam pikiranku, mungkinkah kelak aku akan mendapatkan sosok suami sebaik Nafi? Ataukah mungkin Nafi, sahabatku, yang akan memilihku menyempurnakan agamanya? Ah, tak mungkin. Tak mungkin ia akan memilih sosok wanita hina sepertiku. Sosok wanita yang tak bisa menjaga perasaannya untuk laki-laki yang dikaguminya. Sosok wanita yang telah hampir terjerembab akan nistanya sebuah pacaran. Nafi diciptakan untuk wanita yang baik, bukan untukku. Terbukti, hampir satu bulan lamanya ku tak berhubungan lagi dengannya. Entah karena kesibukan kami masing-masing, atau memang dia tak mau lagi berhubungan denganku.

Oh Tuhanku yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang...
Kali ini akan kutuliskan surat untuk-Mu...
Surat yang menggambarkan isi hatiku sebagai hamba-Mu, ya Tuhan...
Oh Tuhanku...
Ku sadari ku telah salah dalam menilai nikmat-Mu yang telah Kau berikan padaku...
Ku sadari kelalaianku oleh karena sifat berlebihan yang aku miliki ini, ya Tuhan...
Kau berikan hati ini, perasaan ini, ada dalam diriku...
Dan Kau biarkan hati ini, perasaan ini, bermain-main dalam setiap langkah hidupku...
Aku salah, ya Tuhan... Aku telah salah menilai nikmat-Mu ini...
Kalau bisa kuputar kembali waktu dengan seizin-Mu, ku berjanji dengan seluruh kemampuan dan jiwaku, tak akan ku biarkan diri ini melakukan hal bodoh macam ini, ya Tuhan... Tak akan ku biarkan hati ini, perasaan ini, dengan santainya bermain-main dalam kehidupanku, ya Tuhan... Ku sadari ku telah gagal memaknai fungsi dari hati yang Kau berikan ini, ya Tuhan... Ku sadari ku telah gagal menyempurnakan peran dari perasaan yang Kau anugerahkan ini, ya Tuhan...
Oh Tuhanku...
Kalau boleh ku meminta sekali lagi pada-Mu...
Kalau boleh ku memohon satu hal kepada-Mu...
Aku memohon kepada-Mu, ya Tuhan... Lumpuhkan lah saja ingatanku...
Lumpuhkan semua ingatanku tentang kesalahanku ini, ya Tuhan...
Lumpuhkan semua memori tentang betapa bodohnya diriku ini, ya Tuhan...
Jangan biarkan hati ini, perasaan ini, kembali  menyesali kelalaian yang telah ia perbuat...
Ku pahami semuanya memang telah terjadi... Tak ada guna ku sesali penyesalanku ini, saat ini...
Aku pun sadar, Kau lah Dzat Yang Maha Pengampun, Kau lah Dzat Yang Maha Penyayang, dan Kau lah Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati seseorang, ya Tuhan...
Dengan ditulisnya surat ini, ku berharap semoga segala kelalaian yang telah ku perbuat pada diriku di masa lalu dapat kau Ampuni...
Ku berharap semoga Kau dapat menjadikanku sosok Hamba yang selalu taat terhadap perintah-perintah-Mu...
Ku berharap semoga pada akhirnya nanti ku dapat bertemu dengan-Mu di surga yang Kau janjikan itu, ya Tuhan...
Sungguh tak ada daya dan upaya kecuali dari-Mu, ya Tuhan Pemilik Semesta Alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar