Allah

Kamis, 02 Januari 2014

TITIK-GARIS KEHIDUPAN LAYAKNYA MEMBUAT BANGUN MATEMATIKA





Obat hati ada lima perkaranya, yang pertama baca Quran dan maknanya, yang kedua sholat malam dirikanlah, yang ketiga berkumpullah dengan orang sholeh, yang keempat perbanyaklah berpuasa, yang kelima dzikir malam perbanyaklah. Salah satunya siapa bisa menjalani, moga-moga Gusti Allah mencukupi...” (Opick-Tombo Ati)

Subhanallah, Maha Suci Allah dari segala keburukan. Ane jadi teringat kisah seorang pencukur rambut atheis dengan seorang alim (orang yang diberi pengetahuan). Dikisahkan, datanglah seorang alim hendak mencukur rambutnya. Ternyata di dalam salon tersebut ia bertemu dengan seorang pencukur rambut yang atheis (tidak percaya Tuhan). Singkat cerita, ketika proses pencukuran rambut berlangsung dan terjadilah percakapan antara keduanya, maka muncullah statement dari sang pencukur rambut (percakapan berikut merupakan bahasa ane sendiri tanpa mengurangi makna yang sebenarnya), “Bung, ente percaya Tuhan? Wah ane mah gak percaya. Kalau Tuhan ada, coba ente pikir kenapa di dunia ini masih ada saja orang susah, sedih, menderita, kelaparan, dan sebagainya. Bukannya Tuhan itu Maha Pengasih, Penyayang para hamba-Nya? Kalau gitu, harusnya sudah tidak ada dong orang-orang kesusahan yang ane sebutkan tadi.
Tersentaklah kemudian orang alim tersebut mengetahui sang pencukur rambut ternyata seorang atheis. Ia (orang alim) pun hanya mengangguk dan tersenyum sinis tanpa mengomentari pernyataan sang pencukur rambut. Selesai proses mencukur, orang alim itu pun keluar, dan pencukur rambut membusungkan sedikit dadanya tanda kemenangan atas pengunjung alim yang datang ke salonnya. Tak berapa lama setelah kejadian tersebut, bel pintu salon kembali terdengar, tanda pintu salon terbuka. Di balik pintu, sang pencukur rambut melihat sesosok pria yang tak asing di pandangannya, ya ialah orang alim yang baru saja keluar dari salon tersebut. Tanpa berpikir panjang, orang alim itu pun dengan lantang dan tegas menyatakan, “Pak, ana gak percaya ada Tukang Cukur di komplek ini.” Sontak sang pencukur rambut itu terkaget seraya membalas pernyataan tersebut, “Hey, apa maksudmu? Ane lah satu-satunya Tukang Cukur di komplek ini!” Orang alim tertawa sinis dan melanjutkan, “Hahaha... Kalau memang benar ada tukang cukur di komplek ini, harusnya gak ada tuh preman dengan rambut berantakan tak terurus yang sedang duduk di ujung jalan sana (seraya menunjuk ke arah luar pintu)! Bukannya tukang cukur ahli dalam merapikan rambut seseorang? Lantas kenapa masih ada orang-orang dengan rambut tidak rapi, tak terurus seperti preman di luar sana? Jadi tidak salah dong kalau ana menyimpulkan, TIDAK ADA TUKANG CUKUR DI KOMPLEK INI!” Sang pencukur rambut pun segera mengelak, “Hey Bung, Anda tidak bisa menyimpulkan seperti itu! Saya tukang cukur di sini. Kalaupun ada orang-orang di sekitar sini tak merapikan/merawat rambutnya, itu merupakan hak pribadi masing-masing. Saya merapikan rambut orang-orang yang datang ke salon ini dan ia memang ingin merapikan rambutnya. Jadi, kalau ada orang yang tidak ingin merapikan rambutnya seperti preman di luar sana, bukan berarti saya, tukang cukur, tidak ada, camkan itu, Bung!” Kembali orang alim itu pun tertawa lebar, dan dengan singkat menjawab, “Nah itu sih paham, Pak!” Tukang cukur atheis itu bingung keheranan, tak mengerti maksud kalimat yang dilontarkan orang alim. “Baiklah, Pak...” sambut orang alim, “... Alhamdulillah sekarang bapak sudah paham. Berarti Tuhan itu ada kan, Pak? Tuhan memang memiliki sifat Maha Pengasih dan Penyayang, tapi bukan berarti Bapak bisa menyimpulkan bahwa Tuhan tidak ada hanya dengan melihat masih adanya orang-orang susah yang tadi sudah Bapak katakan. Orang susah layaknya preman yang saya analogikan tadi, Pak. Preman tak mau datang kesini dan merapikan rambutnya, begitu juga orang susah yang tak mau datang kepada Tuhan nya dan meminta kasih sayang-Nya. Semoga bapak termasuk orang-orang yang berpikir! Selamat Siang!” Orang alim itu bergegas keluar salon meninggalkan pencukur rambut atheis yang terlihat tak percaya akan kejadian yang baru saja dialaminya.

Subhanallah, Maha Suci Allah dari segala apa yang mereka (kafir) persekutukan. Kisah di atas mungkin sudah sangat familiar di telinga kita semua, bagaimana seorang alim dengan cerdasnya berdakwah kepada seorang atheis. Ane tak bisa bayangkan jika ane ada di posisi orang alim tersebut. Ya, emosi, dongkol, dan kata-kata tak sopan mungkin yang akan ane sampaikan pada perbincangan tersebut. Tapi, sebenarnya bukanlah cara berdakwah yang akan ane tekankan pada tulisan ini, melainkan bagaimana seharusnya sikap kita dalam beribadah kepada Tuhan kita, Allah Azza wa Jalla. Ya, berkaitan dengan lirik lagu bang Opick di atas, yang akan ane sampaikan di sini yaitu terkait Obat Hati. Bagaimana sikap kita menghadapi ujian-ujian dari-Nya. Bagaimana sikap kita ketika ke-futur-an (hilangnya semangat) datang menghampiri kita. Dan insya Allah, bagaimana sikap kita dalam menghubungkan titik satu ke titik lainnya dalam kehidupan ini. Bagian terakhir mungkin agak kurang jelas ya? Baiklah, insya Allah akan ane jelaskan kelak saat waktunya tiba, pada penjelasan berikutnya. Sampai saat ini, ane harap antum masih bisa mengikuti alur tulisan ini dahulu. Insya Allah...

Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji mu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan.” (QS Al-Anbiya’ 21:35)

Sesungguhnya menjalani kehidupan itu bagaikan membuat/menghubungkan sebuah garis dari satu titik awal ke titik lainnya hingga menemukan titik terakhir. Titik awal adalah saat dimana Allah SWT memberikan Ruh kepada jasad kita ketika umur kita menginjak bulan ke-4 dalam kandungan ibu kita. Titik akhir adalah saat dimana Allah SWT ‘meminta’ kita untuk kembali kepada-Nya, ketika ajal datang menjemput kita. Pada akhirnya nanti, setelah kita kembali kepada-Nya, Allah akan mengevaluasi garis yang telah kita buat di dunia ini. Kitab ‘Illiyyin (catatan amal baik) akan kita dapat kelak apabila Allah meridhoi garis-garis yang telah kita buat selama di dunia ini. Dan kitab Sijjin (catatan amal buruk) akan kita dapat kelak apabila Allah melaknat garis-garis yang telah kita buat tersebut. Pada awal mempelajari matematika, khususnya menggambar bangun 2-3 Dimensi, kita akan mengalami kesulitan ketika kita harus menggambar sebuah bangun yang sebelumnya belum pernah kita buat. Model/contoh sangat kita butuhkan saat itu. Dan tak lupa seorang guru/mentor/pembimbing terkadang dibutuhkan juga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan ketika kita membuatnya secara otodidak. Makin banyak pembimbing, maka cara yang ditempuh dalam membuat sebuah bangun pun akan semakin bervariasi, namun tetap pada tujuan akhir membangun sebuah bangun yang sama. Ya, itulah kehidupan. Disadari atau tidak, saat ini, setiap nafas dan gerak-gerik kita merupakan rangkaian titik-titik yang saling berhubungan untuk membuat suatu garis kehidupan, yang kelak di Yaumul Hisab (Hari Perhitungan) dan Yaumul Mizan (Hari Penimbangan) Allah akan mengevaluasi garis yang telah kita buat ini, Sijjin kah? Atau ‘Illiyyin? Tentulah kita berharap Allah akan meridhoi setiap garis yang kita buat di dunia ini, dan insya Allah ‘Illiyyin lah akhirnya yang akan kita dapatkan. Aamiin...

Dalam pembuatan garis-garis kehidupan bukan berarti tanpa ujian/cobaan. Dalam ayat sebelumnya Allah telah mengingatkan kita bahwasanya setiap yang bernyawa pasti mati, dan Ia akan menguji tiap-tiap mereka dengan keburukan dan kebaikan. Ya, sudah menjadi suatu hal yang pasti yaitu kita akan mati (kembali kepada-Nya) dan kita mendapat ujian dari-Nya. Janganlah takut! Dalam ayat-Nya yang lain Allah berfirman bahwa Bersama kesulitan (ujian) ada kemudahan (solusi). Jadi, bukanlah ujian yang harus kita pikirkan di sini, melainkan mencari dan mendapatkan solusi yang Allah janjikan tersebut yang seharusnya kita usahakan. Caranya? Kalau kita ingat kisah tukang cukur atheis di atas, sepertinya sudah sangat gamblang/jelas diceritakan di situ, bagaimana sikap kita dalam mendapatkan solusi (kasih sayang-Nya). Allah telah menyediakan banyak solusi untuk masalah/ujian hidup kita, permasalahannya adalah mau atau tidak kita menjemput salah satu solusi tersebut dari-Nya? Inilah hal yang terkadang kita lupakan ketika kita menghadapi situasi seperti itu. Na’udzubillahi min dzalik, yaa Robb...

Setelah kita memahami bahwa memang Ujian itu Pasti, terkadang kita lalai yang mengakibatkan hilangnya semangat menjalani kehidupan atau bahasa gaulnya yaitu FUTUR. Langkah selanjutnya yang wajib kita pahami bersama di sini yaitu, Futur/ketidak istiqomah-an merupakan hal yang wajar terjadi dalam kehidupan. Kalau di analogikan pada pembuatan bangun 2-3 dimensi sebelumnya, kondisi futur adalah ketika alat tulis (baik pensil ataupun pulpen) yang kita gunakan tiba-tiba tidak berfungsi sebelum bangun yang kita buat selesai dikerjakan. Baik itu ujung pensil yang patah maupun isi tinta pulpen yang habis. Apakah ini wajar terjadi? Jelas, sangatlah wajar hal ini terjadi. Begitupun ke-futur-an di dalam kehidupan ini, terkadang kita harus melancipkan kembali pensil yang kita gunakan agar pekerjaan yang terhenti dapat segera dilanjutkan atau dengan kata lain kita harus meningkatkan kembali keimanan kita agar segala permasalahan hidup yang kita alami dapat segera ditemukan solusinya. Inilah yang dinamakan Penyakit Hati. Futur adalah penyakit hati yang harus segera dicarikan obatnya. Bang Opick dalam lirik lagunya sudah merangkum apa saja obat hati yang dapat kita gunakan. Baca Quran dan maknanya, Sholat malam, Berkumpul dengan orang soleh, Berpuasa, dan Dzikrullah. Di akhir lirik lagu beliau menjelaskan, salah satunya siapa bisa menjalani moga-moga Allah mencukupi. Ya, cukup salah satu (namun baiknya sih apabila kita mampu, menjalani kesemuanya) maka insya Allah permasalahan hidup kita akan Allah tunjukkan solusinya. Allahu a’lam...

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.” (QS Al-Baqarah 2:286)



#YukMenulis #BeInspiring #LaaHaulaWalaaQuwwataIllaaBillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar