Allah

Kamis, 09 Januari 2014

Ketika Cinta Bersemi... [Part1]





Pit, kapan giliran mu? Tinggal kamu nih yang belum...

Itulah selintas pertanyaan yang seringkali keluar dari mulut sahabat-sahabat SMA ku. Tepatnya hari ini merupakan hari yang sangat berkesan bagi salah satu sahabatku itu. Hari ini lah yang akan selalu ia ingat dalam hidupnya, pasalnya tepat pada hari ini, Jumat 4 hari setelah perayaan tahun baru masehi berlangsung, seorang pria bersedia memilihnya untuk mengarungi kehidupan bersama. Selamat menempuh hidup baru sahabatku, Ria Suciati, semoga Tuhan memberkahi setiap langkah hidup kalian dan menjadikan kalian keluarga yang sakinah mawadah dan dirahmati-Nya.

Namaku Nurfitri Adawiyah, teman-temanku biasa memanggilku Pipit atau Fitri. Aku terlahir dari keluarga sederhana. Abi (ayah) ku bukanlah seseorang yang dikenal khalayak ramai, ia hanyalah seorang laki-laki Muslim biasa yang menurutku ia lah sosok laki-laki yang paling langka di dunia ini. Jarang sekali aku menemukan sosok laki-laki seperti abiku ini. Kasih sayang terhadap keluarga paling ia prioritaskan dalam hidupnya. Meski tidak setiap hari kami bertatap muka di rumah kesayangan kami, hanya seminggu sampai dua minggu dalam selang waktu enam bulan tepatnya, namun kurasakan hal yang sangat unsual di setiap abiku datang ke rumah seraya menghampiriku, menanyakanku kabar kesehatan maupun kabar kuliahku. Ah, miss you so much, Bi. Umi (ibu) ku adalah sosok wanita tangguh yang pernah ku kenal. Tak mampu kugambarkan sosok tangguh, sabar, dan berprinsip kuat umiku itu. Hanya satu kata yang dapat menggambarkan semua karakter umiku, you’re so so so awful Mom, Mi. Tetes air mata tak dapat kubendung saat ini melihat sosok umi mengunjungi kamar kosku dan mengantarkanku masakan favorit buatannya.


Pit, jadi kapan kamu berangkat KNN?” Tanya umiku lembut di saat kubereskan piring kotor bekas makan umi, aku, dan adik-adikku.

KKN umi, Kuliah Kerja Nyata, bukan KNN. Oh itu, insya Allah lusa, Mi. Kenapa gitu?” Balasku sembari sibuk menata piring kotor ke samping karpet yang kami duduki.

Iya, kalau gak ada halangan, insya Allah umi mau antar Pipit ke desa nanti. Jadi nanti sore umi pulang, ambil baju buat nginap di sini, dan besok umi ke sini lagi.” Jelas umiku masih dengan suara lembutnya.

Ih, Umi, gak usah. Nanti Pipit bareng dosen dan teman-teman kok berangkat ke desanya, naik bus dari universitas. Kalau umi besok ke sini lagi, masa umi tega ninggalin Fahri di rumah sendirian? Dia kan masih ada sekolah besok.” Tolak ku hati-hati seraya menjelaskan keadaan yang sesungguhnya.

Fahri adalah salah satu adikku. Saat ini ia masih duduk di kelas IX SMP. Tepat pertengahan tahun nanti, insya Allah akan kulihat dia menggantungkan pakaian putih-birunya, dan menggantinya dengan pakaian putih-abuabu. Selamat berjuang di Ujian Nasional adikku, Fahri, tersayang. Semoga Tuhan selalu merahmatimu, jangan lupa sholat dan berdoa ya sayang...

Hari ini pun tiba. Ku lihat puluhan bus terparkir menemani jalanku menuju bus keberangkatanku. Kulihat pula hampir seribu mahasiswa seperjuanganku sibuk dengan barang bawaannya masing-masing. Ya, hari pemberangkatan KKN pun tiba. Satu bulan ke depan yang akan menguji kepribadianku, layakkah aku berada di tengah-tengah masyarakat dengan ilmuku yang telah kudapat ini? Tak sabar rasanya inginku menyegerakan waktu itu terjadi.

Assalamu’alaikum... Ini ya bus kita?” Sapa seorang laki-laki yang kupikir ia lah teman sekelompok KKN ku.

Iya, langsung masukkin aja barang-barangnya ke bagasi, Fi.” Jawab Rahma sembari menunjukkan bagasi yang dimaksud.

Iya, nanti kalau sudah ditaruh, langsung temui Dana buat absen ya. Kalau gak salah tadi dia di sebelah sana.” Timpalku menunjukkan arah samping bus tempat Dana, Koordinator Kelompok (Kordes) kami, berada.

Kelompok KKN ku terdiri atas 20 orang dari berbagai fakultas. Aku sendiri berasal dari jurusan sastra inggris bersama dua temanku yang lain, Rahma dan Siska. Entah atas dasar apa, dalam kelompok KKN ini teman-teman mempercayaiku sebagai sekretaris sekaligus bendahara kelompok. Itu tandanya selama satu bulan ke depan tanggungjawab besar akan kupikul selama ku berada di desa KKN. Deadline laporan yang dosen pembimbing minta, ditambah uang bulanan kelompok yang harus aku manage agar kami tak kekurangan di desa nanti. Luar biasa sekali pengalaman KKN ku kali ini. Walaupun belum kutempuh bagaimana rasanya hidup sebagai mahasiswa KKN, rasanya sudah kurasakan berat punggung ini memikul semua amanah dan jabatan yang aku pegang.

Hari pertama ku lalui KKN ini dengan cukup lancar. Kuingat saat-saat ku berbicara di depan 19 temanku yang lain saat rapat perdana kami di tempat penginapan yang kami sewa. Ku katakan saat itu jumlah uang yang harus terkumpul dari masing-masing orang demi kebutuhan hidup kami satu bulan ke depan. Ya, sebelumnya aku dan temanku Rahma sudah menghitung-hitung perkiraan uang yang dibutuhkan untuk menghidupi 20 orang mahasiswa di desa KKN ini. Awal yang baik menurutku.

Pit, adakah rencana setelah kuliah nanti?” Tanya sosok laki-laki yang tak asing bagiku.

Ada, Dan. Insya Allah aku akan meneruskan studiku ke luar negeri, lalu balik ke Indonesia dan mengajar sebagai dosen. Ada apa?” Jelasku singkat.

Lalu, rencana nikah di umur berapa? Apa tanggapanmu kalau saat wisuda nanti aku datang menghampiri abi kamu dan saat itu juga ku lamar kamu?” Lanjutnya dengan mimik muka yang sangat serius.

Krriiiing... Krriiiiing.... Krriiiing...” Suara alarm HP ku berbunyi.

Aku pun terbangun dari tidurku. Ah, ternyata semuanya hanya mimpi. Ku lihat jam di HP ku, ternyata waktu menunjukkan pukul 03.45 pagi. Astaghfirullah... Apa maksud mimpiku itu? Mengapa ada Dana di mimpiku kali ini? Apakah Dana menaruh rasa padaku? Ah tidak. Mana mungkin ia menginginkan sosok wanita kecil sepertiku. Kalau Rahma atau Siska mungkin saja, karena memang mereka jauh lebih pantas dariku. Apalah artinya seorang Fitri di hadapan sosok laki-laki tampan seperti Dana. Aku pun lantas beranjak dari kasur tempat tidurku menuju kamar mandi untuk persiapan sholat shubuh.

Pikiran itu terus saja terngiang dalam benakku. Setiap kegiatan yang kulakukan di desa kurasakan hambar. Tiba-tiba saja kurasakan bad mood pagi ini. Bukan karena tak ada sesuatu yang menarik perhatianku di desa KKN ini, hanya saja ku tak bisa berhenti memikirkan arti mimpiku semalam. Tepat di hadapanku kali ini duduklah seorang pria tampan, dengan potongan rambut cepak, hidung sedikit mancung, mata tajam, dan badan cukup kekar. Ia lah Dana, kordes kelompok kami, sosok pria yang muncul di mimpiku semalam. Ah, mengapa harus Dana?

Ma, aku lagi bad mood nih. Aku mau cerita boleh?” Pintaku manja kepada sahabatku Rahma di tengah jam makan siang.

Kenapa, Pit? Jarang-jarang loh sosok Pipit yang tegas bisa manja kayak gini. Hehehe... Kayaknya serius ya?” Jawabnya meledekku.

Akhirnya kuceritakan semua hal yang mengganjal diriku. Ku ceritakan kronologi mimpiku semalam. Walau awalnya agak enggan ku ceritakan semua ini padanya, tapi kupikir apalah gunanya memendam perasaan. Apalah gunanya ku memendam perasaan yang kurasa mungkin dapat mengganggu semua kegiatanku di desa KKN ini. Rahma pun tak mengira aku bisa bermimpi seperti itu. Ia terkaget sampai-sampai berulang kali bertanya memastikan kepadaku, “Hah!? Apa, Pit? Dana?” Akhirnya kutegaskan padanya, “Iya, Rahma ku sayang, Dana sang kordes kita.” Rahma pun masih belum percaya akan cerita mimpiku ini. Masih saja ia meledekku tanpa menghiraukan perasaanku yang sesungguhnya.

Benar saja dugaanku, seorang Rahma pun seolah tak percaya aku memimpikan Dana. Perasaanku tak dapat ku gambarkan kali ini. Penasaran, takut, senang, tak menyangka, semuanya bercampur jadi satu. Ah, mengapa ini semua terjadi di awal KKN ku?

Pit, laporan kegiatan kemarin bagaimana? Siapa yang buat?” HP ku berbunyi pertanda sebuah BBM (Blackberry Messenger) telah masuk. Ku buka dan ku baca ternyata Dana lah sumber pengirim sms tersebut. Perasaanku semakin tak menentu setelah membaca sms yang masuk di tengah lamunanku ini. Ah, rasanya inginku pulang saja menemui umi dan bercerita semuanya. Umi, aku butuh kehadiranmu saat ini.

Ya Tuhan, aku tak mengerti perasaanku saat ini. Mengapa ia tiba-tiba hadir dalam mimpiku semalam? Sejujurnya aku tak ingin memunculkan perasaanku ini, ya Tuhan. Aku tak ingin rasa cintaku pada-Mu terkikiskan akibat perasaan cintaku pada makhluk-Mu satu ini. Tapi sesungguhnya aku tak berdaya, ya Tuhan. Aku tak berdaya menghilangkan perasaan ini dari pikiranku. Ku akui makhluk-Mu yang satu itu bukanlah sosok yang buruk menurutku. Jika memang dia lah orang yang Kau pilih untukku, maka tunjukkanlah jalan yang terbaik menurut-Mu. Dan jika memang inilah jalan yang Kau kehendaki untukku, maka mudahkanlah urusanku ini, ya Tuhan. Sungguh, tak ada daya dan upaya kecuali dari-Mu, oh Tuhanku...” Ku lantunkan sebaris doa menemani tidurku malam ini.

Krriaaaakkk...” Ku dengar pintu rumah terbuka dari arah luar kamarku pagi ini. Terdengar percakapan dua orang laki-laki yang suaranya cukup familiar di telingaku. Rasa penasaran tiba-tiba muncul untuk memastikan sumber suara tersebut. Namun ku sadar, kali ini ku sedang tak memakai hijab. Dan tak ada gunanya juga ku keluar saat ini. Lagian kupikir mereka berdua hendak pergi ke masjid memenuhi seruan Tuhannya, mendirikan sholat shubuh berjamaah. Ya, akhirnya kuputuskan beranjak dari kasurku menuju kamar mandi di kamarku untuk persiapan sholat shubuh. Tak lupa juga kubangunkan rekanku yang lain untuk mengingatkan adzan shubuh akan segera berkumandang.

Rasa kesal tiba-tiba muncul pagi ini. Ternyata BBM yang kukirim untuk kordes, terkait daftar orang yang akan ikut berkunjung ke rumah Pak Kepala Desa hari ini, tak terkirim kepadanya. Ku lihat ceklis polos tanpa huruf D maupun R pada layar HP ku ini. Arrghh, betapa mengesalkannya, kupikir. HP ku yang error atau memang jaringan HP dirinya yang kurang bagus di sini. Setelah ku pikir-pikir, ku ingat shubuh tadi seorang teman laki-lakiku lain yang memang sekamar dengannya telah bangun. Akhirnya kuputuskan untuk menyandarkan amanahku dalam mendata pembagian kegiatan kelompok kepadanya. Ku kirimkan sms daftar pembagian kelompok kepada temanku itu, Nafi. Seorang laki-laki atau bisa kusebut ikhwan yang memang tak terlalu banyak berbicara pada saat rapat maupun evaluasi kelompok. Semoga Nafi segera membaca smsku, dan menyampaikannya kepada kordes.

Seminggu berlalu semenjak ku tapakkan kakiku di desa ini, ku amati setiap pagi selalu saja terdengar percakapan dua orang laki-laki dari arah luar kamarku. Merasa tak ingin melewatkan sebuah momentum penting, akhirnya kuputuskan pagi ini aku harus bisa memastikan siapa kedua laki-laki tersebut. Segera saja setelah ku terbangun dari tidurku, kuraih hijabku dan menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka. Tepat saat kubuka pintu kamarku, terpampang jelas dihadapanku dua orang laki-laki berpenampilan rapi plus sebuah peci terpasang indah di atas kepalanya tersenyum menyapaku. Aku pun terkaget, seraya membalas senyumannya. Lantas setelah mereka keluar rumah menuju masjid, ku kembali menuju kamarku untuk bersiap-siap mendirikan sholat shubuh. Ah, perkiraanku ternyata salah. Tak ada sosok laki-laki yang selama ini ku kira ia lah satu di antara dua orang yang rajin sholat shubuh di masjid itu. Ya, awalnya ku kira Dana lah salah satu di antara dua orang tersebut. Namun ternyata perkiraanku salah, mereka lah Riyan dan Nafi, dua orang temanku yang lain. Antara lega dan tak nyaman perasaanku saat ini. Lega, karena akhirnya telah ku ketahui siapa kedua orang yang selama ini membuatku penasaran itu. Tak nyaman, karena kupikir mengapa tak ada sosok Dana di pagi itu.

Pit,kata Aa Dana, dia mau ajak kamu berdua doang datang ke balai desa besok pagi, bisa kan?” Ku baca pesan dari grup BBM di HP ku malam ini. Dia lah Ari, teman laki-laki sekelompokku, yang mengirimkan pesan di grup BBM itu. Aku pun terkaget, antara percaya tak percaya. Mana mungkin seorang Dana mengajakku hanya berdua saja menuju balai desa. Ah, mungkin memang ia ingin kita lah perwakilan mahasiswa KKN yang akan membahas kegiatan kami selama sebulan ke depan dengan aparatur desa esok hari. Ya, kupikir memang tak perlu orang banyak juga untuk membicarakan hal tersebut dengan aparatur desa.

Pit, ada salam dari Aa Dana. Salam kangen katanya...” Ku baca kembali pesan dalam grup BBM. Tersentak saja ku rasakan emosi yang mendalam setelah melihat pernyataan yang ku baca tersebut. Lagi-lagi Ari berulah dalam grup BBM. Sentak ku luapkan emosiku dalam grup tersebut. Okelah bercanda, tapi mengapa harus aku dan seperti itu caranya. Sejujurnya aku tak suka dengan segala bentuk pem-bully-an, baik itu ditujukan untukku maupun orang lain. Menurutku, apa sih manfaatnya mem-bully orang? Bercanda? Okelah, tapi haruskah dengan jalan mem-bully? Tak abis pikir ku memikirkan hal itu. Sungguh moral yang kurang baik menurutku.

Dua hari berlalu semenjak tragedi memalukan itu, muncullah kembali pesan dari grup BBM. Kali ini bukanlah pem-bully-an yang kudapati, hanya saja menurutku mungkin inilah jawaban atas keraguanku selama ini. Ya, sedikit ku tak menyangka dengan keadaan yang ada saat ini. “Fitri cewek yang cantik. Kepribadiannya juga mengesankan. Baru kali ini aku bertemu dengan tipe cewek seperti dia.” Itulah sebagian kutipan yang kubaca di grup BBM kali ini. Seseorang telah memujiku. Ah, betapa romantisnya makhluk-Mu yang satu ini, ya Tuhan. Sempat ku berpikir, mungkin ini hanya jebakan si Ari yang membajak HP sang kordes untuk kemudian menuliskan ini semua seolah-olah pesan ini adalah darinya. Tapi ku berpikir ulang, kalau benar ini pure merupakan hasil tulisan Kordes, lantas apa maksud ini semua?

Ya Tuhan, semakin jelas saja Kau tunjukkan jalan-Mu ini. Aku yakin Kau memberiku ini semua agar aku senantiasa berpikir, Fabiayyi alaa irobbikuma tukadz dziban, nikmat Engkau yang mana lagi yang dapat ku dustakan. Ya Tuhan, terima kasih atas semua petunjukmu ini. Mudahkanlah urusanku, ya Tuhan...” Semakin yakin saja perasaanku berkata bahwa inilah kehendak-Nya. Ku yakin, Ia telah mengabulkan doaku dan menunjukkan kepadaku jalan terbaik-Nya. Baiklah, aku harus menjadi seorang Fitri yang lebih baik lagi agar aku dapat memuaskan dirinya.

Oh Dana, kutunggu dirimu di sini, wahai pujaan hati... Ku tak akan biarkan hati ini terisi selain isian darimu, Dana ku. Ku yakin, seyakin yakinnya, kau tercipta di dunia memang untukku. Tuhan telah memenuhi doaku. Ku berharap semoga cinta kita ini tak sebatas cinta dua insan yang merindukan kebahagiaan hidup, ku berharap  semoga cinta kita ini adalah cinta yang berlandaskan cinta kepada-Nya. Di sini ku terdiam menunggu pinangan darimu, wahai Dana, pujaan hatiku... Tunjukkan pada dunia, aku lah orang yang beruntung yang mendapat pinangan sehidup semati darimu.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar